Buka konten ini
CIKARANG (BP) – Siapa sangka krim wajah yang tampak mewah ternyata dibuat dari tepung tapioka? Itulah yang terungkap saat polisi menggerebek rumah di kawasan Pondok Ungu Permai, Bekasi, yang dijadikan tempat produksi ilegal skincare merek Gloglowing.
Polisi menyebut, SP, otak di balik usaha ilegal ini, menggunakan tepung tapioka dicampur dengan best gel untuk meniru tekstur krim siang dan malam Gloglowing yang asli. Alasannya? Tepung mudah didapat dan warnanya putih, menyerupai bahan dasar kosmetik.
“Pelaku membeli tepung dari warung sekitar dan mencampurnya dengan gel agar menyerupai produk asli,” ujar AKP M. Said Hasan, Kanit Krimsus Polres Metro Bekasi.
Untuk menjalankan operasinya, SP merekrut enam kerabat sebagai karyawan. Mereka bertugas meracik, mengemas, menerima pesanan, hingga mengirimkan produk lewat jasa ekspedisi. Para pekerja ini menerima upah Rp1,6 juta–Rp2 juta per bulan.
Berbahaya
Rachmadi, Analis Obat dan Makanan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, mengungkap bahwa produk palsu ini sangat berisiko bagi kesehatan kulit. Proses produksinya tidak memenuhi standar Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) sebagaimana diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2020.
“Produksi harus dilakukan secara higienis dan aseptis. Kalau tidak, mudah terkontaminasi bakteri,” jelasnya.
Kontaminasi ini dapat menimbulkan iritasi, alergi, hingga infeksi kulit. Parahnya lagi, pelaku menggunakan air mineral biasa, bukan air demineralisasi yang diwajibkan dalam standar produksi kosmetik. Air mineral bisa mengandung logam berat yang mempercepat kerusakan produk dan berisiko tinggi bagi kulit konsumen.
Rachmadi juga menegaskan bahwa SP dan para pekerjanya tidak memiliki latar belakang farmasi. Mereka bukan apoteker dan tidak punya kompetensi atau izin untuk memproduksi kosmetik.
“Mereka tidak punya keahlian maupun kewenangan di bidang kefarmasian. Ini sangat membahayakan,” tegasnya.
Kini, sampel krim palsu Gloglowing tengah diuji di laboratorium untuk mengetahui kandungan pastinya.
Sementara SP dan timnya harus mempertanggungjawabkan tindakan yang tak hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan kesehatan konsumen. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : PUTUT ARIYO TEJO