Buka konten ini
Paris Saint-Germain (PSG) merebut juara Liga Champions 2024–2025. Gelar Liga Champions untuk kali pertama bagi PSG itu diraih setelah menghancurkan Inter Milan lima gol tanpa balas dalam final di Allianz Arena, Munchen, Minggu (1/6).
Liga Champions 2024–2025 adalah kali pertama format baru babak utama diperkenalkan. Bukan lagi fase grup dengan 32 klub, melainkan fase league yang diikuti 36 kontestan. Setiap klub hanya perlu menjalani delapan pertandingan dengan lawan yang sudah diundi. Delapan finis teratas lolos ke babak 16 besar, peringkat kesembilan sampai ke-24 bertarung dalam playoff, sedangkan 12 terbawah praktis tereliminasi.
Format baru itulah yang memberi jalan atau boleh dibilang turut PSG meraih juara. Bagaimana tidak, Marquinhos dkk sempat terseok-seok dan finis posisi ke-15 di fase league. Andai PSG tidak mampu comeback dengan kemenangan 4-2 atas Manchester City dalam matchday ketujuh (22/1), Les Parisiens –sebutan PSG– dipastikan gagal meraih slot playoff fase knockout.
Hasil lawan City jadi titik balik. Saat fase knockout, PSG menyingkirkan tim peringkat pertama dan ketiga di fase league, masing-masing Li-verpool FC (16 besar) dan Arsenal (semifinal). Inter yang dikalahkan di final kemarin notabene peringkat keempat di fase league.
”Pelajaran penting dari sukses PSG adalah bahwa meski mereka kalah tiga kali dalam lima laga awal, masih ada kesempatan berikutnya dan mereka memanfaatkannya (di fase knockout, red) seperti membalas kekalahan dari Arsenal (di fase league, red),” kata Nedum Onuoha, pandit BBC Sport sekaligus mantan bek City. ”Begitu indahnya sebuah perjalanan untuk menjadi juara Liga Champions,” imbuhnya.
Gelandang Arsenal Declan Rice mengakui fase league membuat laga level final sudah bisa ditemui di awal. Sementara Presiden UEFA Aleksander Ceferin menyebut setiap laga di fase league berpengaruh terhadap posisi klasemen.
Pada matchday pemungkas (kedelapan), praktis hanya ada dua laga dari 18 laga yang tidak berpengaruh dalam penentuan lolos atau tidak ke fase berikutnya.
Presiden PSG Nasser Al-Khelaifi menyatakan, selain titik balik kemenangan atas City, mentalitas Marquinhos dkk memang menentukan dalam pencapaian juara Liga Champions musim ini. Bahkan, dia tidak menyangka dengan skor final.
”Jika sebelum final Anda memberi tahu saya bahwa kami akan menang 5-0, maka saya akan mengatakan hal itu mustahil,” kata Al-Khelaifi kepada CBS Sports.
Gelar PSG kemarin sekaligus melanggengkan satu tradisi unik. Yakni, selalu ada juara baru di kota Munchen. Sebelum PSG, ada Nottingham Forest (1979), Olympique de Marseille (1993), Borussia Dortmund (1997), dan Chelsea (2012) yang pecah gelar di ibu kota Bavaria tersebut. Tiga pertama meraihnya di Olympiastadion. Chelsea mendapatkannya di stadion yang sama dengan PSG, Allianz Arena.
Akan tetapi, dibanding empat tim tersebut, PSG muncul jadi yang terlama menanti gelar. Mereka butuh 18 kali keikutsertaan. Pemilik klub, Qatar Sports Investments (QSI), juga butuh waktu 14 tahun dan menghabiskan EUR2,283 miliar (sekitar Rp42,2 triliun) untuk biaya transfer pemain demi gelar juara Liga Champions.
”Semua orang meragukan kami. Banyak orang tidak percaya dengan proyek kami. Hari ini (kemarin, red) kami telah membuktikannya,” kata Al-Khelaifi yang sekaligus menjabat chairman QSI itu se-perti dikutip dari DW.
Lucho Ubah Ego Jadi Loyal
Bergelimang superstar sejak era Zlatan Ibrahimovic, David Beckham, Edinson Cavani, hingga Neymar Jr, Lionel Messi, dan Kylian Mbappe, peruntungan juara Paris Saint-Germain di Liga Champions malah baru kesampaian sekarang. Ketika PSG mengandalkan mayoritas para pemain muda.
Seperti dihimpun dari Transfermarkt, starting XI PSG kontra Inter Milan kemarin (1/6) berusia rata-rata 25,3 tahun. Usia itu tercatat sebagai skuad termuda ketiga yang mampu menjuarai Liga Champions setelah Ajax Amsterdam (1995) dan Real Madrid (2000).
Ada lima pemain di bawah 25 tahun yang turun sejak menit awal. Kelimanya adalah bek tengah Willian Pacho (23 tahun), bek kiri Nuno Mendes (22 tahun), gelandang Joao Neves (20 tahun), wide attacker Khvicha Kvaratskhelia (24 tahun), dan penyerang sayap yang mencetak brace Desire Doue (19 tahun).
Kehadiran Luis Enrique alias Lucho sejak 2023 justru jawaban atas sukses PSG mengangkat Si Kuping Besar –sebutan trofi juara Liga Champions. Entraineur 55 tahun asal Spanyol itu mampu mengubah tim yang sebelumnya terkenal individualis menjadi kolektivitas. Dari ego menjadi loyal.
Saat laga final lawan Inter misalnya, Enrique menginstruksikan false nine Ousmane Dembele untuk membantu pertahanan dan tanpa intrik. Bek kanan sekaligus pembuka kemenangan PSG Achraf Hakimi memberikan testimoni tentang pendekatan Lucho.
”Dialah sosok yang telah mengubah segalanya di PSG. Dia telah mengubah cara pandang para pemain terhadap sebuah tim,” kata Hakimi dikutip dari PSG TV.
”Semua pemain menerima setiap keputusannya karena dia adalah pemimpin yang sejati,” tutur mantan pemain Inter tersebut. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG