Buka konten ini
Di tepi laut Coastal Area, berdiri sebuah gedung megah berwarna pucat yang menghadap langsung ke Selat Malaka. Menjulang setengah matang, tak berpenghuni, bangunan itu kini seperti monumen dari ambisi yang tertunda. Warga Karimun mengenalnya sebagai gedung Mal Pelayanan Publik, atau MPP. Tapi sebagian menyebutnya dengan nada getir: gedung mangkrak.
GEDUNG itu adalah warisan dari era Bupati Nurdin Basirun dan wakilnya, Aunur Rafiq. Di atas kertas, ia digagas sebagai ikon baru Karimun simbol modernitas dan keterbukaan layanan pemerintah. Mula-mula, rencana pembangunannya berada di daratan. Namun diubah, dipindahkan ke garis pantai Coastal Area demi alasan estetika dan branding daerah.
‘‘Biar terlihat lebih ikonik,’’ ujar seorang pejabat yang pernah terlibat dalam tahap awal proyek itu.
Namun seiring berakhirnya masa jabatan Nurdin, pembangunan ikut berhenti. Di belakangnya, tertinggal utang sekitar Rp5 miliar kepada pihak ketiga. Kepemimpinan kemudian dilanjutkan oleh Aunur Rafiq, kali ini sebagai bupati, berpasangan dengan Anwar Hasyim. Mereka menjabat dua periode, sepuluh tahun lamanya, dan MPP tetap menjadi janji yang belum terpenuhi.
Menjelang ujung masa jabatan mereka, proyek yang sempat tertidur itu dibangkitkan lagi. Pemerintah Kabupaten Karimun menganggarkan Rp17,7 miliar lebih melalui skema tahun jamak (multiyears). Upaya itu sempat menuai sorotan nasional. Pada Hari Jadi Kabupaten Karimun tahun 2022, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi NasDem, Rachmat Gobel, serta Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, Laksamana Madya TNI Muhammad Ali, turut hadir meresmikan kelanjutan pembangunan.
Sayangnya, sorotan tak menjamin kelangsungan. Pada 2024, revitalisasi dilanjutkan lewat anggaran tambahan sebesar Rp18 miliar. Namun, badai defisit dan refocusing anggaran menerjang. Nilai proyek menyusut drastis menjadi Rp4 miliar. Tahun 2025, revitalisasi MPP kembali kandas. Tak ada anggaran, tak ada kelanjutan.
Warga yang berjualan di sekitar Coastal Area pun ikut terkena dampaknya.
“Sayanglah, Bang. Kirain sudah selesai tahun lalu. Kalau sudah jalan, kami juga kebagian rezeki dari jualan,” keluh Ana, pedagang makanan kaki lima, Selasa (27/5).
Padahal gedung MPP itu dirancang untuk menjadi pusat layanan terpadu: dari administrasi kependudukan, pengurusan izin usaha, hingga pelayanan instansi pusat dan daerah, termasuk BUMN. Dalam skenario ideal, masyarakat tak perlu lagi berpindah-pindah kantor. Semua layanan tersedia di satu gedung. Tapi itu baru sebatas cita-cita.
Dalam laporan panitia khusus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Karimun 2024, DPRD setempat merekomendasikan penghentian proyek-proyek strategis, termasuk kelanjutan pembangunan gedung MPP. Pemerintah diminta fokus menyelesaikan tunda bayar kepada pihak ketiga yang belum dilunasi sejak 2023.
“Ditunda dulu, lanjutan revitalisasi gedung MPP-nya,’’ kata Eri Januardin, anggota DPRD Karimun dari Fraksi NasDem.
Dengan kondisi keuangan sekarang, lanjut Eri, lebih baik segera melunasi dulu tunda bayar ke pihak ketiga.
Gedung di tepi pantai itu pun kembali diam. Di kelilingi semak yang mulai merayap, dicibir oleh warga yang melewati. Ia berdiri sebagai saksi diam dari birokrasi yang melambat, anggaran yang tak cukup, dan janji yang terlalu sering ditunda. (*)
Reporter : TRI HARYONO
Editor : GALIH ADI SAPUTRO