Buka konten ini
BATUAJI (BP) – Banjir yang sering melanda wilayah Sagulung dan Batuaji, terutama di Kelurahan Seibinti dan Tanjunguncang, mendorong warga menyuarakan solusi jangka panjang. Mereka meminta pemerintah memisahkan jalur drainase antara kawasan permukiman dan kawasan industri, guna mengurangi risiko banjir yang terus berulang.
Selama ini, aliran air dari kawasan permukiman menuju pesisir hanya melalui satu saluran utama yang melewati kawasan industri Latrade. Warga menilai, sistem drainase di kawasan industri yang terletak jauh di bawah permukaan tanah menjadi penyebab terhambatnya aliran air.
Hasil peninjauan tim gabungan dari Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Pemerintah Kota Batam menemukan bahwa saluran drainase yang melintasi kawasan industri berada dalam kondisi tidak optimal. Beberapa bagian bahkan mengalami kerusakan parah, terutama di area resapan air di ujung jalur.
Deputi Infrastruktur BP Batam, Mouris Limanto, membenarkan temuan tersebut. Menurutnya, sebagian besar dari belasan titik banjir yang dikunjungi mengalami kendala yang sama: drainase utama terbenam akibat pembangunan kawasan industri.
“Ini akan menjadi pekerjaan rumah ke depan. Kami akan mengevaluasi hasil temuan ini untuk menentukan langkah penanganan, baik jangka pendek maupun jangka panjang,” ujarnya.
Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Batam, Suhar, menyatakan bahwa penelusuran langsung di lapangan penting untuk menyusun penanganan yang lebih tepat. Pemerintah, kata dia, berkomitmen mencari solusi menyeluruh yang dapat menjawab persoalan struktural dalam sistem drainase kota.
Sementara itu, warga menyampaikan beberapa usulan teknis. Karman, perangkat RT di Tanjunguncang, menilai bahwa jalur drainase dari permukiman seharusnya diarahkan langsung ke laut, tanpa melalui kawasan industri.
“Contohnya di Tunas Regency, airnya sekarang berbelok ke kawasan Latrade. Kalau bisa lurus saja ke arah pelabuhan Sagulung. Sekarang jalurnya berbelok-belok, makanya sering mampet,” ujarnya.
Warga juga meminta agar desain saluran drainase dipikirkan secara matang, mulai dari kapasitas hingga arah aliran, agar tidak menimbulkan penyumbatan. “Kita butuh perencanaan yang benar-benar matang untuk saluran utama. Supaya air tidak meluap dan menyebabkan banjir setiap kali hujan,” tambah Ridho, warga Seibinti.
Selain itu, masyarakat berharap agar sistem drainase kawasan industri dan permukiman tidak digabungkan. Perbedaan karakteristik aliran dan beban air dari dua kawasan ini dinilai justru meningkatkan risiko tersumbatnya saluran air jika digabung.
Banjir yang terus berulang telah menyebabkan kerugian material dan mengganggu aktivitas warga. Mereka berharap ada perencanaan ulang terhadap sistem drainase, termasuk penyusunan peta jalan penanganan banjir yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat terdampak. (*)
Reporter : Eusebius Sara
Editor : RATNA IRTATIK