Buka konten ini
Hingga pertengahan Mei 2025, proses pengembalian uang muka proyek Sodetan Air di Tarempa, Kabupaten Kepulauan Anambas, masih terus diupayakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) setempat.
Proyek senilai Rp10 miliar itu sebelumnya dikerjakan CV Tapak Anak Bintan. Namun, kontraktor gagal menyelesaikan pekerjaan tersebut. Meski proyek mangkrak, kontraktor sudah lebih dulu menerima uang muka sebesar 30 persen dari nilai kontrak, atau sekitar Rp3 miliar.
“Kami masih terus memproses pengembalian uang muka melalui Asuransi Videi, yang kantornya berada di Batam dan Jakarta,’’ ujar Kepala Dinas PUPR Anambas, Syarif Ahmad, Jumat (16/5).
Sesuai ketentuan, pengembalian dana jaminan pelaksanaan seharusnya sudah ditransfer ke kas daerah sejak Februari lalu. Namun hingga kini, dana tersebut belum juga diterima oleh Pemerintah Kabupaten Anambas.
Menurut Syarif, Asuransi Videi telah menyita sejumlah aset milik kontraktor sebagai bentuk jaminan. Aset yang disita antara lain dua unit truk mixer, satu unit dump truck, serta material pasir dan batu yang awalnya akan dikirim ke lokasi proyek.
“Nilai pasti dari aset yang disita kami belum tahu secara rinci. Tapi yang jelas, sampai hari ini belum ada itikad baik dari pihak kontraktor untuk mengembalikan uang muka,” jelasnya.
Pihak asuransi juga telah mengeluarkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh kontraktor. Dalam surat itu dijelaskan bahwa jika nilai aset yang disita tidak mencukupi, maka kekurangannya akan dilunasi langsung oleh kontraktor.
“Mereka sudah buat surat pernyataan, jika hasil penyitaan belum mencukupi, sisanya akan dibayar oleh pihak kontraktor,’’ tambah Syarif.
Sayangnya, meski aset telah disita dan surat pernyataan telah ditandatangani, hingga kini belum ada satu pun pembayaran uang muka yang masuk ke kas Pemkab Anambas.
Sebagai informasi, proyek sodetan ini bertujuan menghubungkan aliran Sungai Sugi ke kawasan Tarempa Beach. Namun, sejak kontrak dimulai pada April 2024, CV Tapak Anak Bintan tak kunjung memulai pengerjaan hingga batas waktu pada November.
Akibatnya, Dinas PUPR memutus kontrak secara sepihak dan memasukkan perusahaan tersebut ke dalam daftar hitam (blacklist). (***)
Reporter : Ihsan Imaduddin
Editor : GALIH ADI SAPUTRO