Buka konten ini
BATAM KOTA (BP) – Puluhan warga Pulau Rempang kembali menggelar unjuk rasa di depan Kantor BP Batam, Kamis (15/5), sebagai bentuk penolakan terhadap proses penggusuran dalam proyek pengembangan Rempang Eco-City yang dinilai tidak sesuai prosedur dan melanggar hak warga.
Massa aksi tergabung dalam Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (Amar-GB). Dalam orasinya, mereka menyampaikan keberatan secara resmi kepada BP Batam atas proses relokasi yang dianggap cacat hukum dan tidak berpihak pada masyarakat.
“Hari ini (kemarin) kami resmi melayangkan keberatan terhadap prosedur penggusuran. Itu yang kami ajukan ke BP Batam,” kata Koordinator Umum Amar-GB, Ishak.
Ia menilai klaim BP Batam bahwa semua proses berjalan sesuai ketentuan hukum hanyalah dalih tanpa dasar kuat. Menurutnya, warga tidak pernah diberi ruang yang layak untuk menyampaikan aspirasi atau keberatan mereka secara terbuka. “Kalaupun mereka mengatakan sudah melalui prosedur, tetapi prosedur apa yang dilakukan BP Batam? Kami tidak pernah diberi ruang menyampaikan suara kami secara layak,” tegasnya.
Ishak juga mengungkapkan bahwa pernyataan resmi yang disampaikan dalam forum DPR menyebutkan proyek strategis nasional (PSN) Rempang telah dibatalkan. “Secara resmi dikatakan di situ bahwa PSN Rempang itu sudah dibatalkan. Jadi masyarakat tetap menganggap itu sah menurut Undang-Undang,” ujarnya.
Warga juga kecewa karena janji pemerintah dan BP Batam untuk menghentikan intimidasi dan paksaan terbukti tidak ditepati. “Janji-janji tidak ada lagi paksaan, tidak ada lagi intimidasi, tetapi ternyata masih tetap dilakukan,” tambah Ishak.
Aksi ini turut diikuti Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang yang memberikan pendampingan hukum kepada warga. Perwakilan tim, Andri Alatas, mendesak BP Batam menghentikan seluruh bentuk penggusuran paksa yang dinilai mencederai prinsip hak asasi manusia. “Kami minta BP Batam untuk tidak lagi melakukan penggusuran paksa. Ini bukan hanya soal proyek, tapi soal hak asasi manusia,” tegas Andri.
Ia juga menuntut pertanggungjawaban hukum BP Batam atas tindakan penggusuran terhadap lahan warga, termasuk milik seorang warga bernama Sinaga yang menjadi simbol perlawanan warga. “Kami juga minta BP Batam bertanggung jawab secara hukum terhadap yang dilakukan di tanah Pak Naga (Sinaga),” ujarnya.
Aksi ini menjadi bagian dari rangkaian protes panjang masyarakat Rempang yang terus bergulir sejak proyek Rempang Eco-City dicanangkan. Proyek ini telah menimbulkan gejolak sosial karena dinilai mengabaikan hak masyarakat yang telah lama bermukim di kawasan tersebut. (***)
Reporter : ARJUNA
Editor : RATNA IRTATIK