Buka konten ini
Kata pelatih Arema FC, rasa trauma bermain di stadion tempat 135 orang kehilangan nyawa itu masih ada. Tiga tahun berlalu, Kanjuruhan banyak berubah. Tapi, seorang penyintas mengaku masih tetap ada yang mengganjal.
PANDANGAN Herman Wijaya Puristanto tak bisa lepas dari Gate 13 Stadion Kanjuruhan. Matanya tampak begitu berkaca-kaca.
Tak berselang lama, Herman menunduk. Kemudian mene-ngadahkan kedua tangannya. Penyintas tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 itu khusyuk bermunajat.
”Saya mendoakan yang terbaik bagi para korban. Karena sebenarnya saya pribadi masih belum bisa menerima apa yang terjadi,” kata Aremania asal Pasuruan itu, Minggu (11/5).
Kanjuruhan untuk kali pertama menggelar laga kompetitif sejak tragedi saat Arema FC menjamu Persik Kediri di lanjutan Liga 1 kemarin. Gate 13, tempat mayoritas dari 135 korban tewas tumbang pada malam kelam hampir tiga tahun lalu itu, masih utuh tanpa sentuhan renovasi. Ada yang mengganjal di hatinya.
Tapi, bukan itu yang mengganjal di hati Herman. ”Kenapa yang menembakkan gas air mata sampai sekarang tidak pernah ditangkap?” keluhnya dengan nada penuh kekecewaan.
Sejumlah polisi memang sudah diadili dan divonis terkait tragedi paling kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia itu. Tapi, Herman merasa itu belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan.
Karena itu, sebelum kickoff, dia menyempatkan diri datang ke Gate 13.
Sebenarnya, dia ingin menyentuh langsung pintu gerbang yang tidak diubah sama sekali tersebut.
Tapi, Gate 13 sudah dibangun menjadi ruangan khusus. Ada sekat kaca di luar. Di pintu masuk, ada dua petugas yang berjaga. Saat suporter maupun awak media ingin masuk, petugas dengan sigap melarang.
”Maaf ya, tidak ada yang boleh masuk di Gate 13,” kata petugas yang berjaga di depan pintu tersebut.
Suporter yang sengaja ke Gate 13 hanya bisa berdiri di depan kaca. Dari pantauan Jawa Pos (grup Batam Pos), banyak yang singgah di pintu tersebut. Baik untuk mengabadikan kenangan atau memanjatkan doa.
Namun, jumlah suporter yang datang tidak terlalu banyak. Dari kuota 10 ribu yang diberikan, hanya ada 2.850 Aremania yang hadir di stadion. Tim tuan rumah juga dihajar sang tamu tiga gol tanpa balas.
”Sudah hampir tiga tahun kami tidak bermain di sini (Stadion Kanjuruhan). Sebenarnya, kami sebagai pelatih dan pemain senang kembali bermain di Kanjuruhan. Tapi, mungkin rasa trauma itu masih ada,” kata pelatih Arema FC Ze Gomes setelah laga tuntas.
Meski menang, pelatih Persik Divaldo Alves tetap tak lupa menaruh respek kepada semua yang terdampak tragedi memilukan itu. ”Saya tetap selalu memberi support kepada tim Arema FC dan keluarga korban,” kata pelatih asal Portugal itu.
Banyak perubahan di Kanjuruhan. Pertama, tiket hanya ada dua kategori. Masing-masing Rp150 ribu untuk ekonomi dan Rp250 ribu untuk VIP. Tiket hanya bisa dibeli di dua aplikasi: Aremania Utas dan AremAxcess.
Di Aremania Utas, semua suporter sudah memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA). Sementara di AremAxcess, pembeli tiket harus menyetor Kartu Tanda Penduduk (KTP). Setelah pembelian, suporter mendapatkan barcode melalui email.
”Sebenarnya agak repot sih. Apalagi harus verifikasi data dan lain-lain. Tapi, di sisi lain itu juga bagus karena tidak ada calo di stadion,” kata Tyara Ramadhani, salah seorang suporter.
Selain itu, pasca direnovasi, setiap gate di Stadion Kanjuruhan memiliki jalur masuk khusus wanita. ”Jadi, lebih nyaman. Karena kalau diperiksa petugas lawan jenis, pasti ada rasa risih,” kata Tyara. (***)
Laporan: BAGUS PUTRA PAMUNGKAS
Editor: RYAN AGUNG