Buka konten ini
BATAM (BP) – Pengadilan Negeri (PN) Batam kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan penyalahgunaan barang bukti narkotika jenis sabu yang menyeret 10 mantan personel Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Barelang, Kamis (8/5). Agenda sidang kali ini menghadirkan salah satu terdakwa, Wan Rahmat, untuk memberikan keterangan terkait keterlibatannya serta komunikasi dengan terdakwa lain, Azis.
Azis merupakan orang pertama kali ditangkap tim Polda Kepri karena diduga terlibat penjualan sabu. Namun dari pemeriksaan, ternyata sabu tersebut milik oknum-oknum di Satnarkoba Polresta Barelang. Disinilah awal terungkapnya dugaan keterlibatan 10 anggota (kini mantan, red) Satnarkoba Polresta Barelang.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Tiwik, terdakwa Wan Rahmat menjelaskan bahwa dirinya telah mengenal Azis sejak 2001, saat mereka sama-sama mengikuti pendidikan kepolisian.
“Saya kenal dia sejak 2001 saat pendidikan polisi. Kami sempat berkomunikasi beberapa kali untuk mencari keberadaan bandar narkoba di daerah Simpang Dam, yaitu Ayah Ma’ruf,” kata Wan Rahmat di ruang sidang.
Saat ditanya alasan pencarian terhadap Ayah Ma’ruf, Wan Rahmat menyebut bahwa perintah datang dari atasan langsung. “Karena kami diarahkan Kanit Sigit Sarwo Edi untuk menangkap Ayah Ma’ruf, dan harus ada barang bukti,” ujarnya.
Hakim kemudian menggali informasi lebih lanjut, menanyakan dari mana informasi bahwa Ayah Ma’ruf adalah seorang bandar narkoba berasal. “Saya tahu dari informasi yang kami dapat. Memang sudah lama dia dikenal sebagai bandar narkoba,” jawabnya.
Majelis hakim juga menyoroti alasan keterlibatan Azis dalam pencarian informasi tersebut. “Kenapa harus melalui terdakwa Azis? Apa kaitannya dengan Ayah Ma’ruf?” tanya hakim.
“Karena Azis termasuk yang dituakan di Simpang Dam. Kami gali informasi dari dia,” jelas Wan Rahmat.
Sidang juga menyinggung pernyataan Azis dalam persidangan sebelumnya yang mengaku rumahnya pernah ditembaki. “Apakah kamu tahu rumah terdakwa Azis pernah ditembaki?” tanya hakim.
“Saya tidak tahu soal itu,” jawab Wan Rahmat.
Hakim kemudian mengingatkan bahwa menurut pengakuan Azis, peristiwa yang menjadi awal dari rangkaian kasus ini bermula darinya. Ia disebut sebagai figur sentral yang memulai langkah-langkah yang kini membuat kesepuluh mantan polisi itu duduk di kursi pesakitan.
Di akhir persidangan, hakim mengejutkan ruang sidang dengan pernyataan bahwa Ayah Ma’ruf, sosok yang menjadi target operasi, telah meninggal dunia. Terdakwa Wan Rahmat tampak tidak mengetahui kabar tersebut.
Majelis hakim juga sempat menyinggung keberadaan tiga grup komunikasi internal yang disebut-sebut melibatkan sembilan dari sepuluh terdakwa. Namun, Wan Rahmat mengaku tidak mengetahui secara pasti mengenai struktur dan isi komunikasi grup tersebut. (*)
Reporter : AZIS MAULANA
Editor : RYAN AGUNG