Buka konten ini

Dosen kekhususan Manajemen Strategis dan Energi Terbarukan di Program Pascasarjana Institut Teknologi PLN
Angka penjualan Genza D9 di Indonesia melebihi Alphard triwulan tahun ini. Kendaraan listrik buatan BYD yang baru diluncurkan pada 22 Januari 2025 itu sukses terjual 2.524 unit, melebihi Alphard, legenda mobil MPV Toyota, yang terjual 1.240 unit pada periode yang sama. Angka itu menambah deretan prestasi BYD Co yang mampu meraup laba bersih pada kuartal I 2025 sekitar USD 1,3 miliar, menyalip Tesla Inc yang laba bersihnya hanya USD 409 juta.
Pertumbuhan kendaraan listrik dunia memang meningkat tajam dari 400-an ribu pada 2014 menjadi lebih dari 40 juta unit saat ini dengan 2 di antara 3 kendaraan listrik yang ada adalah merek-merek buatan Tiongkok. Di Indonesia, penjualan kendaraan listrik juga melesat dalam lima tahun terakhir, dari posisi 125 unit pada 2020 menjadi 43.188 unit pada 2024 (naik 34,450 persen).
Variasi
Meski sudah resmi hadir di jalanan Jakarta enam tahun lalu, kendaraan listrik masih banyak disalahpahami masyarakat. Kendaraan listrik terdiri atas beberapa varian. Yaitu, PHEV (plug in hybrid electric vehicles), HEV (hybrid electric vehicles), BEV (battery electric vehicles), dan FCEV (fuel cell electric vehicles).
Tidak banyak yang tahu bahwa mobil hibrida (hybrid) produksi Toyota seperti Zenyx, Cross, HCR, atau Prius serta Mitsubishi Outlander tidak punya colokan listrik sehingga tidak perlu charger dan yang pasti tidak butuh pasokan listrik. Begitu pula FCEV seperti Mirai-nya Toyota dan Nexo-nya Hyundai yang berbahan bakar hidrogen. Hanya BEV dan PHEV yang sumber energinya dari listrik.
Kendaraan listrik adalah salah satu teknologi kunci pengurangan emisi CO2 di sektor transportasi sebagai penyumbang polutan kedua terbesar setelah sektor energi. Berbagai studi menunjukkan adanya penurunan signifikan CO2 dari peralihan kendaraan berbahan fosil ke kendaraan listrik.
Secara global, kajian International Energy Agency (IEA ) 2017 mencatat penurunan CO2 hingga 50 persen untuk kendaraan bensin dan 40 persen pada kendaraan diesel. Studi BPPT 2019 di Indonesia mencatat pengurangan emisi 35 persen jika penggunaan kendaraan listrik dipasok dari jaringan sistem Jamali (Jawa, Madura, dan Bali) yang dominan menggunakan PLTU batu bara.
Dalam konteks Indonesia, selain pengurangan emisi, kendaraan listrik akan menurunkan impor bahan bakar minyak (BBM) yang terus melonjak. Lebih dari 80 persen impor BBM disedot sektor transportasi darat, baik mobil maupun sepeda motor. Pada 2024 tercatat, nilai impor BBM Indonesia sudah lebih dari Rp500 triliun atau setara dengan 2,5 persen pertumbuhan ekonomi nasional. Indonesia menghamburkan devisa untuk impor minyak rata-rata Rp1,5 triliun per hari.
Jika adopsi kendaraan listrik dianggap solusi strategis untuk menurunkan emisi CO2 sekaligus mengurangi impor BBM, pilihan paling tepat tentunya jenis BEV atau kendaraan listrik berbasis baterai seperti Wuling, BYD, Ionic, dan Tesla. Pertumbuhan BEV juga akan mendorong industri baterai nasional yang sudah dirintis Indonesia Battery Corporation (IBC) sejak empat tahun lalu dan merupakan salah satu proyek hilirisasi strategis guna mendukung ekonomi hijau di Indonesia.
Kompetisi
Meski penjualan kendaraan listrik meningkat tajam lima tahun terakhir, kontribusinya terhadap total penjualan mobil nasional masih sangat minim. Pada 2024, misalnya, penjualan BEV hanya 43.188 unit atau 4,98 persen dari total penjualan mobil di Indonesia sebanyak 865.723 unit. Sementara itu, segmen mobil hybrid masih mendominasi pasar kendaraan elektrifikasi Indonesia dengan pangsa pasar 6,9 persen (59.903 unit).
Dengan berbagai insentif pajak yang diberikan pemerintah, penjualan kendaraan listrik di Indonesia diprediksi kembali tumbuh pada 2025. Khususnya untuk pembelian whole sale (dari produsen ke diler) mobil listrik BEV yang bebas PPnBM dan bea masuk impor. Meski begitu, persaingan kendaraan listrik masih akan sengit. Penjualan mobil hybrid juga diproyeksi masih mendapat porsi lebih besar daripada BEV.
Di tingkal global, pada 2024 terjual sekitar 17,3 juta kendaraan listrik dengan proporsi 10,8 juta jenis BEV dan 6,5 juta tipe HEV dan PHEV. Rasio populasi BEV saat ini adalah 2,5 kali daripada HEV. Sementara itu, populasi FCEV –yang digadang-gadang menjadi teknologi kunci dekarbonisasi di sektor transportasi dan pemain penentu yang dominan untuk mencapai nett zero emission dunia pada 2050– hanya sekitar 70 ribu dengan sekitar 35 ribu di antaranya berada di Korea Selatan.
Sejalan dengan kebijakan swasembada energi Presiden Prabowo, penurunan impor BBM yang terus meroket menjadi prioritas strategis pemerintah saat ini. Upaya mengurangi konsumsi BBM sektor transportasi darat sekaligus mengurangi emisi CO2 dari sektor itu ternyata tak lepas dari peran masyarakat pengguna. Mereka menjadi faktor penentu adopsi kendaraan ramah lingkungan ini.
Meskipun pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia lebih banyak dipicu faktor eksternalitas dengan pendekatan institutional theory (Scott, 1995), fakta adanya persaingan jenis kendaraan listrik tersebut menunjukkan bahwa teori model penerimaan teknologi (Davis, 1989) ternyata lebih berperan.
Persaingan tersebut pada akhirnya ditentukan oleh seberapa manfaat dan bagaimana kemudahan penggunaan kendaraan listrik bagi konsumen. (***)