Buka konten ini
Biaya haji dikumpulkan Sulaeman Rotte Bagulu dari hasil berkebun. Resep panjang umur kakek 34 cucu itu: banyak makan sayur dan tidak merokok.
KETIKA Sulaeman Rotte Bagulu lahir, Soekarno belum genap dua tahun menginjakkan kaki di Bandung dan Mohammad Hatta juga baru setahun lebih menuntut ilmu di Rotterdam, Belanda. Indonesia merdeka masih jauh dariangan dan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) baru terbentuk lebih dari seperempat abad kemudian.
Kini, saat republik yang diproklamirkan Soekarno-Hatta sudah hampir berusia 80 tahun, pria kelahiran 31 Desember 1922 itu akhirnya bisa menuntaskan impian lamanya: menunaikan ibadah haji. Itu pun setelah menunggu selama tujuh tahun.
“Bersyukur dikasih umur panjang, kesehatan, ada kesempatan haji,” ujar pria 102 tahun itu kepada Fajar (grup Batam Pos) pada Rabu (30/4) pekan lalu, di kediamannya di Kelurahan Kassa, Kecamatan Batulappa, Kabupaten Pinrang, Sulsel.
Di usia senjanya, tubuh jemaah haji tertua dari Sulsel itu masih tampak tegar—setegar Bendungan Benteng Pinrang yang dibangun Belanda 14 tahun setelah kelahirannya. Ia naik turun tangga rumah kayunya tanpa harus dituntun.
Pendengaran dan penglihatannya masih tajam. Zikir tak pernah putus dari jempol dan jemarinya.
Kamis (1/5) sekitar pukul 13.00 WITA, ia tiba di Asrama Haji Sudiang, Kota Makassar. Ia turun dari bus nomor 11 setelah menempuh perjalanan sejauh 185 kilometer dari Pinrang.
Baju batik ungu, kopiah hitam, dan kacamata, Sulaeman turun dari bus dengan berjalan sendiri. Tak dipapah seperti beberapa jemaah haji lansia lainnya; sebagian bah-kan sudah dibantu kursi roda.
Sulaeman tergabung dalam kloter kedua jemaah haji Kabupaten Pinrang. Ia tak sendiri. Sang istri, Hj. Raji, 81, turut mendampinginya. Dari pernikahan mereka, lahirlah tujuh anak, dan kini telah memiliki 34 cucu. “Saya anak keenam dari tujuh bersaudara,” katanya.
Baginya, usia panjang adalah bonus dari Allah SWT. Dan perjalanan menuju Baitullah bukan tanpa perjuangan. Sulaeman harus menunggu selama tujuh tahun sejak mendaftar.
Haji ia kumpulkan dari hasil kebun, sebagian dibantu oleh anak-anaknya. Meski sudah lanjut usia, ia masih menyempatkan diri ke kebun -bukan demi hasil, tetapi demi menjaga semangat dan kesehatannya.
“Justru sakit kalau cuma di rumah. Alhamdulillah saya tidak pernah masuk rumah sakit. Paling-paling tensi saja yang naik,” ungkapnya sambil tersenyum.
Dalam usia yang telah melewati satu abad, Sulaeman menjadi teladan bahwa ibadah tak mengenal batas usia dan bahwa harapan selalu hidup selama semangat itu ada.
“Sehat-sehat sampai di sana, selesaikan semuanya. Pulang ke sini selamat, sehat-sehat,” harapnya—diamini seluruh keluarga yang mengelilinginya.
Saat ditanya resep panjang umur, sembari tersenyum Sulaeman mengatakan bahwa dirinya banyak makan sayur dan tidak merokok. Ia pun bersyukur karena hasil pemeriksaan kesehatan di Asrama Haji berjalan lancar.
Sulaeman Rotte Bagulu bukan sekadar jemaah haji tertua tahun ini. Ia adalah saksi bahwa iman dan niat tulus tak lekang oleh waktu. (***)
Laporan: Muhlis Majid – Amastasya
Editor: RYAN AGUNG