Buka konten ini
BATAM (BP) – Permohonan eksekusi Pelabuhan Feri Internasional Batam Center yang diajukan PT Synergy Tharada atas putusan Pengadilan Negeri Batam ditolak oleh Pengadilan Tinggi. Dengan demikian, pengelolaan Pelabuhan Feri Internasional Batam Center tetap berada di bawah PT Metro Nusantara Bahari.
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Batam, Tiwik, mengatakan bahwa permohonan eksekusi yang diajukan PT Synergy Tharada ditolak.
”Ya, permohonan eksekusi ditolak oleh PT. Jawabannya sudah hampir satu bulan,” ujar Tiwik, Rabu (19/3).
Ketika ditanya mengenai alasan penolakan permohonan eksekusi, Tiwik menjelaskan bahwa berdasarkan putusan, sifat serta-merta dalam eksekusi bersifat eksepsional dan fakultatif, bukan imperatif.
”Asas kehati-hatian, sulitnya mengembalikan objek pada keadaan semula, serta untuk meminimalkan kerugian yang lebih besar jika terjadi pembatalan putusan di kemudian hari menjadi pertimbangan,” jelasnya.
Selain itu, alasan lain dari penolakan ini adalah tidak adanya urgensi dalam permohonan tersebut. Dengan demikian, Pengadilan Tinggi menolak permohonan dan memberikan ruang bagi tergugat untuk melakukan upaya hukum atas putusan tersebut.
”Tidak ada hal yang mendesak untuk dilaksanakan,” tegas Tiwik.
Sebelumnya, gugatan konvensi PT Synergy Tharada terhadap Badan Pengusahaan (BP) Batam dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Batam. Majelis hakim menyatakan BP Batam selaku tergugat terbukti melakukan wanprestasi atau ingkar janji.
Dalam putusan yang dibacakan pada Selasa (7/1), majelis hakim menolak provisi penggugat dalam provisi. Namun, dalam putusan konvensi, majelis hakim menolak eksepsi tergugat konvensi secara keseluruhan.
Selain itu, dalam pokok perkara, majelis hakim PN Batam mengabulkan gugatan penggugat konvensi secara keseluruhan. Majelis hakim juga menyatakan bahwa tindakan tergugat konvensi merupakan perbuatan wanprestasi.
Majelis hakim menyatakan sah perjanjian yang dibuat antara penggugat konvensi dan tergugat konvensi sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian Nomor: 04/PERJ-KA/VII/2002-110/OB-ST/SPBC/VII/02, tertanggal 2 Juli 2002, tentang kerja sama operasi pengelolaan Terminal Feri Internasional Batam Center.
Majelis hakim juga menghukum tergugat konvensi untuk mengganti kerugian penggugat konvensi dengan memberikan perpanjangan kerja sama operasi pengelolaan terminal feri selama tiga tahun. Putusan ini dinyatakan dapat dijalankan dengan serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun terdapat perlawanan, verstek, banding, maupun kasasi.
Dalam rekonvensi, majelis hakim menolak gugatan rekonvensi penggugat rekonvensi/tergugat konvensi secara keseluruhan. Terakhir, dalam putusan konvensi dan rekonvensi, majelis hakim menghukum tergugat konvensi/penggugat rekonvensi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp380 ribu.
Diketahui, PT Synergy Tharada membawa sengketa pengelolaan Terminal Feri Internasional Batam Center ke meja hijau setelah merasa dirugikan oleh BP Batam. Gugatan ini diajukan menyusul berakhirnya masa perjanjian kerja sama yang telah berlangsung sejak 2002 tanpa adanya kejelasan mengenai perpanjangan, ditambah dengan dampak pandemi Covid-19 yang memperburuk kondisi operasional perusahaan.
Dalam persidangan, PT Synergy Tharada memaparkan sejumlah bukti, termasuk perjanjian kerja sama awal pada Juli 2002. Pandemi menjadi salah satu faktor utama kerugian yang dialami perusahaan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020, pandemi ditetapkan sebagai bencana nasional yang menyebabkan pembatasan operasional pelabuhan. Meski demikian, PT Synergy Tharada diminta untuk tetap membuka pelabuhan guna melayani pemulangan pekerja migran Indonesia (PMI), yang mengakibatkan perusahaan tidak memperoleh keuntungan dari aktivitas komersial.
Selain kerugian akibat pandemi, PT Synergy Tharada juga menyoroti investasi besar yang telah dilakukan selama dua dekade terakhir. Dengan biaya mencapai Rp20 miliar, perusahaan ini mengembangkan fasilitas pelabuhan, seperti perluasan lahan parkir, peningkatan daya listrik, renovasi ruang tunggu, dan fasilitas keselamatan pelayaran. Namun, hingga kini, mereka mengklaim belum menerima kompensasi atau kejelasan terkait aset yang telah ditanamkan.
Pada 2019, PT Synergy Tharada sempat mengajukan perpanjangan perjanjian kerja sama, tetapi tidak mendapat tanggapan dari BP Batam. Perusahaan kemudian mengajukan permohonan ulang pada 2024, tetapi terkejut karena BP Batam justru membuka prakualifikasi untuk lelang pengelolaan terminal tanpa pemberitahuan kepada mereka.
Kesaksian dari pihak perusahaan menyebut bahwa masa pandemi menyebabkan pendapatan mereka turun hingga 98 persen, sementara mereka tetap harus menanggung biaya operasional. Hingga kini, sengketa ini masih bergulir di pengadilan, dengan PT Synergy Tharada mendesak adanya kejelasan terkait investasi, kompensasi, dan perpanjangan kontrak penge-lolaan. (*)
Reporter : YASHINTA
Editor : RYAN AGUNG