Buka konten ini
PROYEK Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, tidak lagi berstatus sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Hal ini menyusul terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024–2029, yang tidak mencantumkan proyek tersebut dalam daftar PSN.
Keputusan ini memicu reaksi dari aktivis Batam, Uba Ingan Sigalingging. Ia mendesak pemerintah untuk segera menghentikan seluruh aktivitas pembangunan Rempang Eco City.
”Dengan keluarnya Perpres ini, proyek Rempang Eco City harus dihentikan karena tidak lagi memiliki dasar hukum sebagai PSN,” kata eks legislator Kepri itu, Senin (10/3).
Menurut Uba, penghentian proyek harus dibarengi dengan langkah konkret dari pemerintah guna mengatasi dampak yang telah terjadi, baik dari segi hukum, ekonomi, sosial, maupun budaya. Pasalnya, proyek ini sejak awal telah menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal yang terancam tergusur.
”Sejak awal, proyek ini menimbulkan keresahan bagi warga Rempang. Kini, setelah tidak lagi masuk dalam daftar PSN, pemerintah harus segera memberikan kejelasan kepada masyarakat terkait status tanah mereka dan hak-hak yang sempat terabaikan,” katanya.
BP Batam, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan lahan di Rempang, kini juga dinilai kehilangan landasan hukum untuk melanjutkan proyek tersebut. Dia menyebut BP Batam seharusnya segera menghentikan segala aktivitas terkait pembangunan Rempang Eco City.
”BP Batam tidak bisa lagi berpegang pada status PSN dalam menjalankan proyek ini. Artinya, tidak ada alasan untuk tetap memaksakan penggusuran atau pemindahan warga,” ujar Uba.
Selain itu, ia juga mendorong organisasi masyarakat sipil, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), untuk mengawal persoalan hukum yang timbul dari pencabutan status PSN ini. Ia menegaskan bahwa warga Rempang berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan atas polemik yang terjadi.
”Banyak hal yang harus dievaluasi pascapenghentian proyek ini, termasuk bagaimana pemerintah mengembalikan hak-hak masyarakat yang terdampak. Warga Rempang telah mengalami ketidakpastian selama ini, sehingga kebijakan ke depan harus berpihak kepada mereka,” katanya.
Menurut Uba, pemerintah perlu duduk bersama masyarakat dan membuka ruang dialog yang lebih adil. Selain memberikan kepastian hukum bagi warga, pemerintah juga harus merancang strategi baru dalam mengelola lahan di Rempang agar tidak kembali menimbulkan polemik di kemudian hari.
Sementara itu, Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, yang dihubungi koran ini kemarin belum merespons.
Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan bahwa PSN yang tidak masuk dalam RPJMN 2024–2029 harus dihentikan. Tiga PSN yang tidak masuk dalam RPJMN tersebut di antaranya PSN PIK 2 Tropical Coastland di Banten, PSN Rempang Eco City di Kepri, dan PSN Bendungan Bener di Jawa Tengah.
Sejumlah PSN tersebut tidak tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2024–2029 yang ditandatangani Prabowo pada 10 Februari 2025 lalu. Proyek-proyek itu sebelumnya berstatus PSN di era Presiden ke-7 Joko Widodo.
Dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2025, beberapa PSN yang akan dijalankan pemerintahan Prabowo-Gibran dalam lima tahun ke depan mencakup Makan Bergizi Gratis (MBG) dan giant sea wall atau tanggul laut raksasa. Selain membuat program baru, Prabowo dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2025 juga menyatakan komitmennya untuk melanjutkan sejumlah proyek era Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang berstatus carry over. (***)
Reporter : ARJUNA
Editor : RYAN AGUNG