Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Posisi investasi internasional (PII) Indonesia pada kuartal IV 2024 mencatat kewajiban neto yang menurun. Hal itu disebabkan kenaikan aset finansial luar negeri (ASLN) dan kewajiban finansial luar negeri (KFLN) yang turun. Realisasi itu meningkatkan cadangan devisa (cadev).
Bank Indonesia (BI) mencatat kewajiban neto sebesar 245,3 miliar dolar AS (USD). Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir kuartal III 2024 senilai USD270,4 miliar. Posisi AFLN tercatat USD522,8 miliar atau naik 0,6 persen secara kuartalan dari USD519,7 miliar.
”Peningkatan posisi AFLN tersebut dipengaruhi oleh kenaikan investasi aset terutama dalam bentuk cadangan devisa, diikuti oleh investasi langsung dan investasi portofolio. Peningkatan posisi AFLN lebih lanjut tertahan oleh faktor perubahan lainnya seiring penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia dan pelemahan indeks harga saham global,” papar Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, Senin (10/3).
Sedangkan, KFLN Indonesia turun 2,8 persen quartal-to-quartal (qtq) menjadi USD768,1 miliar dari USD790,0 miliar per akhir kuartal III 2024. Hal itu dipengaruhi oleh transaksi investasi portofolio yang mencatat aliran modal keluar seiring putaran pasar keuangan global yang masih tinggi.
Denny menyebutkan bahwa investasi langsung dan investasi lainnya tetap membukukan aliran modal masuk. Kondisi tersebut mencerminkan terjaganya optimisme investor terhadap prospek ekonomi dan iklim investasi domestik. Perkembangan posisi KFLN juga akibat penurunan nilai instrumen keuangan domestik yang seiring penguatan nilai tukar USD terhadap mayoritas mata uang global. “Termasuk rupiah, dan penurunan harga saham domestik,” ucapnya.
Bank sentral memandang perkembangan PII Indonesia pada kuartal IV 2024 dan sepanjang tahun lalu tetap terjaga. Hal itu dipastikan dari perbaikan rasio net kewajiban PII Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 18,8 persen di 2023 menjadi 17,6 persen pada 2024.
“Selain itu, struktur kewajiban PII Indonesia juga didominasi oleh instrumen berjangka panjang sekitar 92,3 persen, terutama dalam bentuk investasi langsung,” terang Denny.
Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) R. Triwahyono menjelaskan, pelemahan rupiah yang sempat terjadi salah satunya akibat rilis dari Morgan Stanley Capital International (MSCI). Mereka menurunkan rekomendasi terhadap equity di Indonesia menjadi underweight. Artinya rentan memiliki performa yang lebih rendah.
Semula investasi saham di Indonesia dari indeks MSCI itu adalah netral. Dia juga mengungkapkan adanya kabar positif dari JP Morgan yang menaikkan rekomendasi saham untuk beberapa bank besar di Indonesia. Seperti, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
“Ini juga menurut saya dampaknya kepada rupiah, karena memang banyak di-drive oleh perilaku asing di saham,” pungkasnya. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG