Buka konten ini
SIDANG lanjutan perkara narkotika yang melibatkan 10 mantan anggota polisi Satuan Narkoba Polresta Barelang kembali digelar di Pengadilan Negeri Batam, Senin (4/3). Agenda persidangan adalah pemeriksaan enam saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU).
Sidang berlangsung cukup alot. Satu saksi saja memberikan keterangan selama empat jam dan dicecar ratusan pertanyaan oleh penasihat hukum para terdakwa. Meski begitu, saksi dari Propam Polda Kepri tetap tenang menjawab pertanyaan yang diajukan.
Dalam agenda pemeriksaan saksi, sidang terhadap 12 terdakwa dibagi menjadi dua sesi. Sidang pertama untuk terdakwa Wan Rahmat, Aryanto, Jaka Surya, Junaidi, dan Azis. Sesi kedua untuk terdakwa Satria Nanda, Fadilla, Sigit, Alex Candra, Zulkifli, Rahmadi, dan Ibnu Makruf.
Saksi pertama dalam sidang sesi satu adalah Ipda Aryanto Gultom dari Bidang Propam Polda Kepri. Dalam keterangannya, ia menjelaskan bahwa kasus dugaan keterlibatan 10 anggota polisi ini merupakan hasil pemeriksaan awal oleh Paminal Polda Kepri.
”Perkara ini merupakan turunan dari Paminal. Pemeriksaan awal dilakukan untuk menyerahkan barang bukti dan mengidentifikasi para terdakwa,” ujar Aryanto.
Menurutnya, dari hasil pemeriksaan, ia menemukan bahwa Jaka Surya dan Aryan-to berperan dalam mengantarkan sabu yang dijual kepada Azis seharga Rp400 juta. Uang hasil penjualan itu rencananya digunakan untuk membayar informan bernama SI sebesar Rp400 juta.
”Sabu dijual Rp400 juta untuk pembayaran informan. Informan bernama SI mendapat upah Rp20 juta per kilogram (kg),” jelasnya.
Selain itu, terdakwa Junaidi, Wan Rahmat, Aryanto, Jaka, dan Azis juga diduga terlibat dalam peredaran 5 kg sabu. Barang tersebut dikaitkan dengan kasus 5 kg sabu yang ditemukan di Tembilahan dan tengah ditangani Bareskrim. Junaidi disebut mengetahui rencana peredaran narkoba tersebut.
Dalam persidangan juga terungkap bahwa sabu tersebut dijemput oleh tim opsnal yang terdiri atas Sigit, Jaka, dan Ibnu Makruf. Peristiwa itu bermula dari pertemuan mantan Kasat Narkoba Polresta Barelang pada Mei lalu, yang meminta anggotanya untuk melakukan operasi tangkap dalam jumlah besar.
”Ada dua tas, masing-masing berisi 18 paket. Barang bukti 35 kilogram diperuntukkan bagi perkara Dayat dan Nelly,” sebut Aryanto.
Aryanto juga menyebut bahwa mereka menerima barang bukti dari Paminal dan tetap menghormati para terdakwa meskipun terlibat dalam kasus ini. Berkas perkara dalam kasus ini dibagi (split) sesuai dengan kepangkatan masing-masing terdakwa.
”Pada akhir persidangan, terdapat pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) setelah pembacaan putusan. Para terdakwa membantah telah menyalahgunakan dan menjual barang bukti narkoba,” tegas Aryanto.
Proses persidangan berlangsung alot. Hingga pukul 16.00 WIB, baru satu saksi yang diperiksa dalam sesi pertama. Padahal, satu sesi seharusnya mencakup enam saksi.
Sebelumnya, dalam sidang yang digelar Kamis (27/2), dua saksi mencabut BAP yang mereka berikan saat pemeriksaan di Polda Kepri. Atas pencabutan BAP ini, para terdakwa mengucapkan terima kasih kepada saksi.
Rangkaian Peristiwa
Kasus dugaan tindak pidana narkotika yang menyeret 10 anggota polisi Polda Kepri akhirnya bergulir di Pengadilan Negeri Batam pada Kamis (30/1) sekitar pukul 11.20 WIB. Dua warga sipil, salah satunya mantan anggota polisi, juga disidang dalam perkara yang sama dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan, terungkap bahwa para terdakwa polisi tidak hanya menyalahgunakan barang bukti narkoba jenis sabu, tetapi juga menjemput 44 kilogram sabu hingga ke perbatasan Malaysia dengan membayar upah tekong Rp20 juta dan upah informan Rp20 juta per kg. Dakwaan menyebutkan bahwa kejadian tersebut berlangsung antara Juni hingga September 2024 dan bermula dari salah satu ruangan Satnarkoba Polresta Barelang.
Kasus ini bermula dari informasi mengenai penyelundupan 300 kilogram sabu dari Malaysia yang diperoleh Rahmadi SI, seorang informan. Namun, rencana itu batal hingga muncul informasi baru pada Mei 2024 mengenai masuknya 100 kilogram sabu ke Indonesia.
Menindaklanjuti informasi itu, beberapa terdakwa menggelar pertemuan di One Spot Coffee, Batam, untuk membahas distribusi barang haram tersebut. Awalnya, rencana penyelundupan mengalami kendala. Namun, setelah Ditresnarkoba Polda Kepri meng-ungkap kasus narkotika di Imperium, Batam, serta adanya tekanan dari pimpinan Polresta Barelang agar segera mengungkap kasus besar, Satria Nanda diduga memerintahkan timnya untuk kembali menjalankan operasi ini.
Dalam rapat lanjutan, terdakwa Shigit Sarwo Edhi sebagai Kanit memberikan arahan kepada Fadillah dan Rahmadi untuk memastikan eksekusi berjalan lancar. Rencana itu mencakup pembagian 100 kg sabu, dimana 90 kg digunakan untuk pengungkapan kasus, sedangkan 10 kg sisanya diduga disisihkan untuk membayar SI dan keperluan operasional. Strategi ini akhirnya disetujui Satria Nanda meskipun ia awalnya menilai skema tersebut berisiko tinggi.
Pada Juni, beberapa terdakwa menyewa seorang tekong bernama Awang untuk mengambil sabu dari Malaysia. Awang diupah Rp20 juta dan berangkat dari Perairan Nongsa menuju Tanjunguban hingga Malaysia.
Setelah kembali dari perairan Malaysia, Awang dikawal para terdakwa hingga ke Perairan Nongsa, Batam. Setibanya di sana, Awang tetap berada di kapal, sementara para terdakwa mengambil dua tas besar berisi sabu dan memasukkannya ke dalam mobil berwarna silver menuju Satnarkoba Polresta Barelang.
Di Satnarkoba Polresta Barelang, para terdakwa meng-hitung jumlah sabu dalam dua tas tersebut, yakni 44 bungkus, masing-masing berisi 1 kg. Dari jumlah itu, 9 kg sabu disisihkan dan disimpan di tempat terpisah. Sementara 35 kg lainnya diekspos dan disetujui oleh Kasat yang saat itu berada di Bandara Hang Nadim Batam.
Dalam pertemuan para terdakwa dengan Kasat, ia me-ngucapkan selamat kepada mereka atas keberhasilan operasi tersebut dan menentukan waktu untuk ekspos perkara. Para terdakwa kemudian menghubungi seorang DPO bernama Poy untuk mencari orang yang akan membawa sabu ke Jakarta. Poy mendapatkan tiga orang, yakni Effendi, Nelly, dan Ade.
Dua dari tiga kurir itu adalah pasangan suami istri yang dijanjikan upah Rp150 juta, sementara Ade dijanjikan Rp10 juta. Namun, dalam aksi itu, para terdakwa yang sebelumnya menguasai barang justru melakukan penyergapan terhadap ketiganya di dekat Jembatan Barelang, dengan barang bukti 35 kg sabu.
Para terdakwa dijerat dengan Pasal 112 Ayat 2 UU Narkotika juncto Pasal 132 juncto Pasal 64 UU Narkotika atau Pasal 114 Ayat 2 juncto Pasal 132 juncto Pasal 64 UU Narkotika.
Sementara itu, mantan Kasatresnarkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda, kini menghadapi proses hukum setelah terlibat dalam skandal narkotika ini. Ia telah dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP) namun mengajukan banding ke Mabes Polri. (***)
Reporter : Yashinta – Azis Maulana
Editor : RYAN AGUNG