Buka konten ini
KASUS dugaan pencabulan yang menimpa seorang anak berinisial V, 7, warga Belian, Batam Kota, telah dilaporkan sejak Maret 2024. V mengaku telah dicabuli oleh tetangganya yang berinisial M, 50, sebanyak dua kali di rumah terlapor, saat rumah tersebut dalam keadaan sepi.
Meskipun sudah hampir setahun berlalu, pihak kepolisian hingga kini belum dapat memberikan kepastian hukum, dengan kendala utama yakni terbatasnya keterangan saksi yang dapat mendukung penyidikan.
Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP Debby Tri Andrestian, menjelaskan bahwa lamanya penanganan kasus ini disebabkan oleh kesulitan dalam memperoleh keterangan dari beberapa saksi.
“Kendalanya ada beberapa saksi yang belum bisa kami mintai keterangan,” ujarnya di Mapolresta Barelang, Senin (24/2).
Debby menjelaskan, setelah menerima laporan orang tua korban, Polsek Batam Kota sudah melakukan penyelidikan secara intensif, bahkan melibatkan saksi ahli. “Penyidik Polsek Batam Kota beberapa waktu lalu sudah melakukan pemeriksaan secara intens,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pihak kepolisian akan kembali menggelar perkara terkait kasus ini, sehingga kasus ini dapat terbuka dan pelapor mendapatkan kepastian hukum. “Dugaan pelaku nanti akan kami informasikan kembali,” ungkap Debby.
Sementara itu, Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Batam, Erry Syahrial, menyayangkan lambannya penanganan kasus ini oleh pihak kepolisian.
“Kami mendesak pihak kepolisian untuk mengusut kasus ini. Harapan kami, kasus ini bisa terbuka,” katanya.
Erry menegaskan, kasus kekerasan seksual terhadap anak harus menjadi prioritas penanganan oleh kepolisian, karena menyangkut masa depan dan psikologis anak. “Jika memang penyidiknya tidak mampu, tinggal ganti penyidiknya,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, DF, warga Belian, Batam Kota, mengaku telah hampir setahun mencari keadilan bagi putrinya. Laporan Polisi (LP) yang ia layangkan pada 13 Maret 2024, hingga kini belum mendapatkan kepastian hukum dari pihak kepolisian.
Laporan tersebut terkait dugaan pencabulan yang dialami anak kandungnya, berinisial V. Bocah yang pada tahun lalu berusia 6 tahun tersebut, mengaku dicabuli oleh tetang-ganya yang berinisial M, 50 tahun.
DF mengungkapkan bahwa sebelum melapor ke Polsek Batam Kota, ia membawa anaknya untuk visum ke RS Bhayangkara. Hasil visum menunjukkan adanya luka pada selaput dara pada alat vital bocah tersebut.
“Setelah melapor, saya menerima empat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). Yang saya rasa aneh adalah jarak antara SP2HP terakhir yang diterbitkan cukup lama, yaitu lima bulan,” jelas DF di Mapolresta Barelang, Jumat (21/2) lalu.
Lebih lanjut, DF merasa janggal dengan proses penyidikan karena pada bulan Mei 2024, sudah dilakukan gelar perkara di Mapolresta, namun tidak ada tindak lanjut dari penyidik Polsek Batam Kota untuk menaikkan kasus tersebut ke tingkat penyidikan.
“Bahkan, di bulan Agustus 2024, penyidik kembali meminta anak saya visum, dan hasilnya menunjukkan luka pada alat vital. Kami juga diminta untuk menjalani psikotes,” tambahnya.
Namun, DF merasa proses penyidikan tidak adil, karena hanya ia dan istrinya yang diminta untuk menjalani psikotes, sementara pihak terlapor tidak diminta melakukan hal yang sama.
“Penyidikan dimulai lagi pada Desember 2024 setelah adanya mutasi personel penyidik PPA Polsek Batam Kota. Saat itu, polisi akhirnya menerbitkan Surat Tanda Dimulai Penyidikan (SPDP),” kata DF.
Ia juga menyebutkan kejanggalan lainnya, yakni saat anaknya diperiksa di Mapolsek Batam Kota tanpa didampingi oleh siapapun. “Anak saya dibawa ke ruang lain tanpa ada pendampingan, saya tanya, mereka selalu mengelak,” ujar DF.
Menurut DF, sampai saat ini, pihak kepolisian lebih mengutamakan pembelaan dari pihak terlapor. Berdasarkan keterangan terlapor, luka pada alat vital anaknya disebabkan oleh gesekan besi.
“Anak saya sering bermain dengan teman-temannya di masjid saat bulan puasa. Tapi alasan terlapor itu yang malah diutamakan penyidik,” tambahnya.
Dari pengakuan anaknya, DF menjelaskan bahwa pencabulan tersebut terjadi sebanyak dua kali di rumah terlapor saat rumah sedang sepi. “Aksi bejat itu dilakukan saat siang dan sore hari, saat istri terlapor bekerja. Terlapor memang penyayang anak-anak, banyak anak-anak yang bermain di sana,” ungkapnya.
DF menambahkan bahwa ia memiliki bukti yang kuat mengenai perbuatan terlapor, yaitu hasil visum dan keterangan dari anaknya. “Ada visum dan keterangan anak saya yang mengaku sudah dua kali dicabuli oleh terlapor,” jelasnya.
Kasus ini berdampak pada psikologis anaknya yang kini masih duduk di bangku SD. Setiap hari, anaknya meminta pengawalan dari ibunya di sekolah.
“Anak saya sudah setahun dikurung di rumah karena ketakutan. Sedangkan pelaku bebas ke mana saja dan tertawa,” tutup DF dengan penuh keprihatinan. (***)
Reporter : Yofi Yuhendri
Editor : RATNA IRTATIK