Buka konten ini
JAKARTA (BP) – KPK mendorong ada percepetan sertifikasi tanah wakaf di Jatim. Sebab, potensi korupsi dan penyalahgunaan aset bisa meningkat jika upaya tersebut tak kunjung dilakukan. KPK juga mengingatkan agar perencanaan anggaran hibah dan bansos Jatim, khususnya untuk kelompok keagamaan, diperketat.
Hal itu disampaikan KPK saat menggelar audiensi di gedung Merah Putih Kamis lalu bersama Kemenag. KPK mencatat, legalitas tanah wakaf di Jatim masih tergolong rendah.
Saat ini ada 78.825 bidang tanah wakaf di Jatim dengan luas total mencapai 5.006 hektare. ”Dari jumlah tersebut, sekitar 51,87 persen atau 40.885 bidang tanah belum memiliki sertifikat,” terang Kepala Satgas Korsup Wilayah III KPK Wahyudi.
Sebagian besar tanah wakaf tersebut digunakan untuk tempat ibadah, sekolah, pesantren, dan kelompok sosial ekonomi lainnya. ”KPK juga mengidentifikasi adanya mafia tanah yang dapat memanfaatkan kelemahan administrasi aset wakaf, termasuk aset fasilitas umum dan sosial yang berasal dari hibah atau wakaf,” katanya.
Karena itu, KPK mendorong harmonisasi antara Pemprov Jatim bersama Kanwil BPN Jatim dan Kemenag untuk percepatan sertifikasi itu. Langkah tersebut penting untuk mencegah kehilangan aset akibat sengketa dan memastikan pemanfaatan tanah wakaf sesuai ketentuan.
Wahyudi juga mendorong agar perencaan APBD di Jatim dilakukan dengan baik sejak awal. Dengan begitu, penerima hibah benar-benar sesuai, sah secara hukum, dan sesuai dengan peruntukan.
KPK juga mengingatkan soal kasus korupsi di Jatim terkait kasus hibah yang sempat mereka tangani. Yakni, ketika menetapkan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua sebagai tersangka kasus pengelolaan dana hibah dalam APBD Jatim. Kasus itu menyebabkan kerugian daerah hingga triliunan rupiah.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag Waryono Abdul Ghafur mengungkapkan, tanah wakaf sering menjadi konflik agraria. Kemenag telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui memorandum of understanding (MoU) untuk meningkatkan pencatatan dan sertifikasi tanah wakaf. Proses itu dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Tanah Wakaf (SIWAK). Meski demikian, kesadaran masyarakat untuk mengurus sertifikat masih rendah.
”Di Jawa Timur, kami menemukan berbagai sengketa tanah wakaf yang disebabkan oleh status kepemilikan yang belum jelas,” katanya. Padahal, agar hibah atau bantuan dapat diberikan, tanah tersebut harus memiliki sertifikat resmi terlebih dahulu. Karena itu, Kemenag mendorong agar masyarakat segera melakukan sertifikasi agar kepemilikannya sah. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO