Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Kekerasan di lingkungan pendidikan, baik di sekolah maupun pesantren, menjadi perhatian serius bagi Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Polri. Dalam pertemuan yang berlangsung di Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Rabu (12/2), Ketua PBNU Alissa Wahid dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo membahas langkah konkret untuk menangani masalah ini.
Kapolri menegaskan komitmennya untuk menangani kekerasan di lembaga pendidikan sebagai bagian dari upaya menciptakan lingkungan belajar yang aman bagi anak-anak dan remaja.
”Oleh karena itu, kami akan melaksanakan kerja sama lanjutan terkait isu-isu yang menjadi perhatian NU dan berbagai pihak, termasuk aktivis yang peduli terhadap persoalan ini,” ujar Kapolri.
Alissa Wahid mengungkapkan bahwa PBNU telah lama mengupayakan pengurangan, bahkan pemberantasan, kekerasan di sekolah, madrasah, dan pesantren. Menurutnya, kerja sama dengan Polri sa-ngat penting agar kasus-kasus kekerasan bisa ditangani dengan lebih efektif dan tidak dibiarkan berlarut-larut.
”Isu kekerasan di lembaga pendidikan menjadi perhatian utama kami di PBNU. Kami telah mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi hal ini,” jelasnya.
PBNU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia memiliki perhatian besar terhadap dunia pendidikan, termasuk pesantren yang menjadi salah satu pilar pendidikan Islam di tanah air. Alissa Wahid menegaskan bahwa kekerasan di lingkungan pendidikan, baik fisik maupun psikologis, harus segera ditangani agar tidak berdampak buruk pada generasi mendatang.
”Kami ingin menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman. Tidak boleh ada pembiaran terhadap kasus-kasus kekerasan di lembaga pendidikan, baik di sekolah, madrasah, maupun pesantren,” kata Alissa.
PBNU telah menjalankan berbagai program untuk meningkatkan kesadaran di kalangan pendidik dan santri mengenai bahaya kekerasan. Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah edukasi tentang hak-hak anak dan perlindungan bagi korban kekerasan.
Di sisi lain, PBNU juga mendorong adanya regulasi yang lebih ketat terhadap lembaga pendidikan agar memiliki mekanisme pengawasan yang lebih baik dalam menangani kasus-kasus kekerasan.
Kapolri menyatakan bahwa Polri siap mendukung PBNU dalam menindaklanjuti berbagai laporan kekerasan di lingkungan pendidikan. Menurutnya, sinergi antara Polri dan PBNU dapat mempercepat respons terhadap kasus-kasus yang muncul agar tidak berlarut-larut tanpa penyelesaian.
”Saya harapkan rekan-rekan di jajaran kapolda, kasatker, hingga kapolres membuat akun untuk melayani pengaduan. Sehingga setiap kejadian bisa langsung dijawab oleh akun resmi dan tidak menunggu viral. Karena kalau sudah dua atau tiga hari, kecenderungannya akan menjadi viral,” ujar Kapolri.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa Polri ingin memastikan setiap kasus bisa ditangani secepat mungkin, tanpa harus menunggu reaksi publik yang meluas di media sosial. Dengan adanya komunikasi yang lebih terbuka, Polri berharap masyarakat tidak ragu untuk melaporkan kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.
Polri juga telah memiliki unit khusus yang menangani kejahatan terhadap perempuan dan anak, termasuk kekerasan di lingkungan pendidikan. Dalam pertemuan ini, Brigjen Nurul Azizah, yang menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO), turut hadir untuk membahas langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan bersama PBNU.
Selain kekerasan, Alissa Wahid juga menyoroti pentingnya peran Polri dalam menangani radikalisme yang masih menjadi ancaman di masyarakat, termasuk di lingkungan pendidikan.
”Radikalisme masih menjadi isu yang perlu diwaspadai karena bertentangan dengan semangat hubbul wathan minal iman yang dipegang oleh NU,” ungkap Alissa.
Kapolri menegaskan bahwa Polri terus berupaya menangkal radikalisme dengan menggandeng berbagai elemen masyarakat, termasuk PBNU. Menurutnya, keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam harus tetap menjadi benteng bagi moderasi beragama, bukan malah menjadi tempat tumbuhnya paham-paham ekstrem.
”Kami ingin memastikan bahwa setiap lembaga pendidikan, termasuk pesantren, tetap menjadi ruang yang aman dan mendukung nilai-nilai kebangsaan serta keberagaman,” kata Kapolri.
Polri dan PBNU bersepakat bahwa pencegahan harus dilakukan sejak dini, salah satunya dengan memberikan edukasi tentang nilai-nilai Pancasila dan kebangsaan kepada para santri serta siswa di sekolah-sekolah.
Kolaborasi ini diharapkan dapat menjadi model bagi lembaga pendidikan lainnya dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan maupun paham-paham ekstrem yang bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO