Buka konten ini
Kisruh soal pengecer gas melon atau gas bersubsidi 3 kilogram belakangan ini di wilayah Pulau Jawa menjadi perhatian sejumlah pihak. Tak terkecuali Presiden RI Prabowo yang kemudian mengizinkan pengecer untuk berjualan gas melon agar tak terjadi antrean panjang. Bagaimana dengan Batam?
Kondisi Batam berbeda jauh dengan daerah di Pulau Jawa. Di Batam sudah terdapat 2.500 pangkalan resmi yang tersebar di berbagai wilayah. Hampir tak pernah terlihat antrean panjang di pangkalan resmi, kecuali ketika pangkalan-pangkalan kosong. Tetapi kondisi itu hanya terjadi sesekali.
Sales Branch Manager PT Pertamina Patra Niaga Batam, Gilang Hisyam Hasyemi, mengakui bahwa total pangkalan resmi di Batam berkisar 2.500 pangkalan dan tersebar di seluruh Batam. Setiap RT terdapat satu atau dua pangkalan, bergantung pada jumlah warganya.
”Jadi, untuk kebutuhan masyarakat di Batam sebenarnya sudah mencukupi,” kata Gilang kepada Batam Pos, Rabu (12/2).
Lalu bagaimana dengan kebijakan terkait pengecer atau sub-pangkalan nantinya? Gilang menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu petunjuk teknis dari pemangku kepentingan dalam hal ini Kementerian ESDM RI.
”Untuk pengecer atau sub-pangkalan, kami masih menunggu juknis dari kementerian.”
Menurut Gilang, petunjuk teknis yang dimaksud mencakup beberapa hal, di antaranya harga yang akan ditetapkan pada sub-pangkalan, apakah sama dengan pangkalan saat ini? Lalu mengenai siapa saja yang bisa menjadi sub-pangkalan dan syaratnya.
”Intinya, untuk keseluruhan kami menunggu juknisnya. Agar bisa tahu seperti apa proses dan lainnya,” imbuhnya.
Di sisi lain, Gilang menyebut dalam aturan sebenarnya sudah ada kuota untuk pengecer. Dalam aturan itu disebutkan bah-wa jumlah pengecer yang bisa berjualan yakni 10 persen dari jumlah pangkalan.
”Namun, aturan itu tak berlaku di Batam, karena pangkalan saja sudah mencukupi. Di Batam tak ada pengecer, tapi lebih tepatnya pengepul gas melon dari pangkalan satu ke pangkalan lain,” sebut dia.
Keberadaan pengepul selama ini juga banyak meresahkan, karena menjual gas melon jauh di atas HET. Sementara pangkalan wajib menjual sesuai HET.
”Nah, yang pengepul ini berjualan dengan harga suka-suka tak mengikuti HET,” ungkap Gilang.
Jelang Ramadan, lanjutnya, Pertamina akan menambah kuota gas melon untuk wilayah Kepri, terutama Batam. Jumlah kuota yang ditambah berkisar antara 90 ribu sampai 100 ribu tabung.
”Hal itu guna memastikan ketersediaan gas melon aman di Kepri,” tegasnya.
Terpisah, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumatra Bagian Utara (Sumbagut), Susanto August Satria, mengatakan bahwa sub-pangkalan akan terdata secara resmi di pangkalan induk. Hal ini dilakukan untuk memastikan jumlah gas yang tersedia di sub-pangkalan tidak melebihi kuota yang telah ditentukan.
”Sub-pangkalan akan mengikuti aturan pusat karena Pertamina hanya sebagai operator,” ujarnya.
Menurut Satria, jumlah pangkalan gas resmi di Batam sudah mencukupi kebutuhan masya-rakat Batam. Karena itu, ia menyarankan agar masyarakat membeli gas melon di pangkalan resmi, karena dijual berdasarkan HET. Sedangkan untuk harga di sub-pangkalan atau pengecer belum diketahui karena belum ada petunjuk teknis.
”Kami hanya mengikuti kebijakan, karena itu soal harga kami menunggu aturan teknisnya dari kementerian,” imbuhnya.
Kadisperindag Kota Batam, Gustian Riau, memastikan saat ini ketersediaan gas melon di Batam aman. Sedangkan terkait izin pengecer atau sub-pangkalan berjualan gas melon, Disperindag tengah menunggu petunjuk teknis juga.
“Terkait adanya sub-pangkalan, kami menunggu petunjuk teknis. Jika sudah ada, akan segera kami laksanakan. Apalagi itu untuk kepentingan masyarakat, pasti kami dukung,” tegas Gustian.
Sementara itu, kebijakan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang melarang pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram mulai 1 Februari 2025 mulai berdampak di berbagai daerah, termasuk di Batuaji. Sejak aturan tersebut diberlakukan, pasokan gas melon hanya bisa didapatkan di pangkalan resmi, sementara kios-kios pengecer sudah jarang dijumpai.
Sandi, salah satu pemilik pangkalan gas elpiji di Batuaji, mengungkapkan bahwa meskipun pendistribusian masih berjalan normal dengan pasokan dua kali seminggu, stok gas di pangkalannya cepat habis akibat tingginya permintaan. ”Masih normal, cuman cepat habis karena banyak permintaan,” ujarnya.
Masyarakat mengapresiasi kebijakan ini karena dapat mengurangi kecurangan dalam pendistribusian gas melon. Sebelumnya, di pengecer atau kios pinggir jalan, harga gas sering dijual lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET), yang merugikan masyarakat. Dengan aturan baru ini, diharapkan harga gas lebih terkendali dan sesuai HET di pangkalan resmi.
Selama ini, banyak warga mengeluhkan praktik penjualan gas melon di kios pengecer dengan harga yang jauh lebih mahal, mencapai Rp25 ribu ampai Rp30 ribu per tabung. Padahal, pangkalan telah diatur jaraknya agar tidak tumpang tindih dan seharusnya sudah memiliki data pelanggan tetapnya. Namun, ada indikasi pangkalan sengaja menjual ke pengecer untuk mendapatkan keuntungan lebih besar.
“Ketika masyarakat mencari gas melon, pangkalan selalu bilang stok habis, tapi di kios pengecer selalu ada. Sepertinya ada permainan di sini. Pangkalan bisa saja sengaja memasok ke pedagang eceran,” ujar Nurjana, warga Batuaji.
Berdasarkan penelusuran di lapangan, praktik kecurangan ini umumnya terjadi saat pedagang kaki lima atau pemilik kios membeli dalam jumlah besar langsung di pangkalan.
Mereka rela membayar lebih dari HET agar bisa mendapatkan stok gas dan menjualnya dengan harga lebih tinggi di kios mereka. Hal ini yang menyebabkan gas cepat habis di pangkalan, meskipun seharusnya stok cukup untuk kebutuhan masyarakat sekitar.
Suryani, seorang pedagang kaki lima di Marina City, mengakui bahwa ia membeli lima hingga enam tabung gas dalam seminggu langsung dari pangkalan dengan harga lebih tinggi. “Saya bayar lebih karena mereka antar langsung ke lokasi usaha saya,” ungkapnya.
Masyarakat berharap kebijakan baru ini tidak menyulitkan mereka dalam mendapatkan gas melon. Mereka meminta agar stok gas tetap lancar dan dijual sesuai HET, sehingga tidak terjadi kelangkaan yang dapat merugikan masyarakat kecil.
“Jangan sampai ada kelangkaan lagi. Kalau ada penyelewengan dalam pendistribusian, harus segera ditindak,” kata Sulaiman, warga Batuaji lainnya.
Jika distribusi gas benar-benar diawasi dan data pelanggan pangkalan disesuaikan dengan jumlah pasokan, seharusnya tidak ada lagi kelangkaan. Pemerintah diharapkan tegas dalam mengawasi distribusi agar gas melon tetap tersedia dan terjangkau bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkannya.
Sementara itu, harga gas bersubsidi di Batam tersebut menjadi sorotan DPRD dan Ombudsman Kepri menyusul adanya dugaan penyimpangan dalam distribusinya. Ketua Komisi II DPRD Batam, Muhammad Yunus Muda, menga-takan, harga yang ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Wali Kota Batam adalah Rp21 ribu per tabung. Namun, jika ada kebijakan penyesuaian harga dari pemerintah pusat, maka harga di Batam juga harus ikut menyesuaikan.
”Kalau ada penyesuaian harga dari pusat, tentu harus diturunkan harganya. Karena tidak boleh lebih dari Rp20 ribu,” katanya.
DPRD Batam akan mengawal persoalan ini dan berencana memanggil pihak-pihak terkait dalam rapat selanjutnya. Jika ditemukan penyimpangan dalam distribusi gas melon, dewan tak menutup kemung-kinan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menye-lidikinya lebih lanjut.
Menurut dia, kondisi di Batam berbeda dengan daerah lain. Masyarakat secara umum masih mampu membeli gas melon karena kondisi ekonomi yang relatif baik. Namun, subsidi haruslah tepat sasaran.
”Kita mau efisiensi anggaran, supaya dana subsidi itu tepat sasaran. Yang miskin haknya mendapatkan LPG 3 kg, bagi yang tidak miskin itu berdosa kalau memakai LPG 3 kg itu karena bukan haknya,” kata Yunus.
Sementara itu, Ombudsman RI Perwakilan Kepri mendukung rencana Kementerian ESDM dalam menata ulang sistem distribusi gas melon. Langkah ini dinilai perlu untuk mengatasi berbagai penyimpangan yang menyebabkan harga melonjak di masyarakat.
”Kami mendukung penuh rencana perbaikan tata kelola distribusi LPG 3 kg. Sudah menjadi keniscayaan mengingat banyaknya penyimpangan yang selama ini terjadi,” kata Kepala Ombudsman Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari.
Menurutnya, selama ini distribusi gas melon dimonopoli oleh agen-agen tertentu yang bekerja sama dengan Pertamina daerah. Pemerintah pusat berencana mengubah pola distribusi dengan meningkatkan status pangkalan menjadi sub-agen, yang nantinya akan mendistribusikan langsung ke pengecer.
Dalam skema baru, pembelian LPG 3 kg akan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tercatat secara digital melalui aplikasi MAP. Meski demikian, pembelian tidak akan dibatasi.
Ombudsman Kepri juga mengungkapkan sejumlah penyimpangan yang terjadi dalam distribusi gas melon di Batam dan wilayah lain di Kepri. Salah satunya adalah kenaikan harga yang signifikan di tingkat masyarakat.
”Harga sering tidak stabil. Dari HET Rp21 ribu, mark-up harga di lapangan bisa mencapai Rp26 ribu hingga Rp28 ribu. Kenaikannya berkisar Rp5 ribu hingga Rp7 ribu, bahkan lebih,” sebutnya.
Menurutnya, penataan distribusi ini bertujuan agar subsidi yang mencapai Rp87 triliun dalam APBN 2025 dapat tepat sasaran. Penyimpangan distribusi yang terjadi selama ini dinilai membuat subsidi menjadi kurang efektif.
Untuk mengatasi hal tersebut, Ombudsman Kepri memberikan beberapa rekomendasi kepada Pertamina daerah dan Disperindag. Pertamina diminta memastikan pasokan gas melon ke pangkalan sesuai dengan jumlah dan jadwal pengiriman yang telah ditentukan.
Selain itu, pengawasan terhadap agen dan pangkalan harus dioptimalkan guna mencegah penyalahgunaan distribusi. Salah satu langkah yang direkomendasikan adalah melakukan razia terhadap pengecer liar yang menjual gas melon tanpa izin dan dengan harga di atas HET.
Di sisi lain, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Batam menunjukkan bahwa inflasi dari sektor bahan bakar rumah tangga turut berkontribusi terhadap kenaikan inflasi umum. Pada 2024, inflasi sektor ini mencapai 8,49 persen, dengan andil sebesar 0,08 persen terhadap total inflasi tahunan yang tercatat sebesar 2,24 persen.
”Lonjakan harga gas yang bersubsidi telah memberikan dampak pada kenaikan inflasi di Batam. Penataan distri-busi yang lebih baik bisa menekan dampak inflasi ini,” kata Lagat. (***)
Reporter : Yashinta – Eusebius Sara – Arjuna
Editor : RYAN AGUNG