Buka konten ini
BATAM KOTA (BP) – Pemerintah Kota (Pemko) Batam melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) terus berupaya mengurangi piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang hingga 2024 tercatat mencapai Rp570 miliar. Besarnya piutang ini merupakan akumulasi sejak pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten/kota pada 2013.
Sekretaris Bapenda Batam, M. Aidil Sahalo, mengungkapkan bah-wa piutang ini sudah ada sejak awal pelimpahan kewenangan. Saat itu, Pemko Batam menerima sekitar seratusan miliar rupiah piutang yang terus bertambah setiap tahun, meskipun upaya penagihan terus dilakukan. ”Tiap tahun ada penambahan piutang karena masih ada wajib pajak yang tidak membayar tagihannya. Meskipun kami menargetkan penagihan dan berhasil mengurangi sebagian, jumlah total piutang tetap bertambah karena ada selisih antara jumlah yang ditagih dengan piutang baru yang muncul dari SPPT yang belum dibayarkan,” kata Aidil, Rabu (12/2).
Pada 2024, Pemko Batam menargetkan penagihan piutang sebesar Rp65 miliar.
Target ini tercapai, namun di sisi lain, piutang baru tetap bertambah akibat wajib pajak yang tidak membayar tagihan tahun berjalan. “Tahun 2024 lalu, SPPT PBB yang kami tetap-kan tidak semuanya dibayarkan. Akibatnya, ada selisih antara piutang yang berhasil ditagih dengan jumlah piutang baru yang muncul,” ujarnya.
Untuk 2025, Bapenda Batam kembali menargetkan penagihan piutang sebesar Rp65 miliar. Namun, sejumlah kendala membuat tidak semua piutang dapat ditagih, salah satunya adalah adanya Nomor Objek Pajak (NOP) ganda.
Aidil menjelaskan, saat pelimpahan data dari KPP Pratama, banyak NOP yang bermasalah, seperti duplikasi, NOP yang seharusnya tidak menjadi wajib pajak, atau objek pajak yang tidak ditemukan lokasinya. “Pada saat penyerahan data, statusnya tidak dalam kondisi bersih dan jelas. Ini tidak hanya terjadi di Batam, tetapi hampir di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Salah satu strategi yang kini diterapkan oleh Bapenda adalah proses cleansing data. Seluruh data piutang diperiksa ulang untuk memastikan apakah status tanahnya benar-benar masuk sebagai objek pajak yang dapat ditagih.
Pemeriksaan ini mencakup identifikasi apakah NOP yang masuk dalam daftar piutang bisa ditemukan objek dan subjeknya. Jika ditemukan, maka penagihan akan dilakukan. Namun, jika baik subjek maupun objeknya tidak ada, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Bapenda.
“Masalah terbesar kami adalah ketika subjek pajaknya tidak ada, begitu juga dengan objeknya. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus kami selesaikan,” kata Aidil.
Selain cleansing data, Bapenda juga menggencarkan sosialisasi kepada wajib pajak agar lebih taat dalam memenuhi kewajibannya. Langkah ini dilakukan agar piutang baru tidak terus bertambah setiap tahun.
Upaya lain yang ditempuh adalah koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk BP Batam yang memiliki kewenangan atas lahan di Batam, untuk memastikan kejelasan status objek pajak yang terdaftar.
Bapenda juga mempertimbangkan skema kebijakan khusus untuk mempermudah wajib pajak melunasi kewajiban mereka, termasuk kemungkinan insentif atau keringanan bagi yang bersedia melunasi tunggakan. (*)
Reporter : Arjuna
Editor : RATNA IRTATIK