Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar mulai menjalani sidang dakwaan di Pe-ngadilan Tipikor Jakarta Pusat Senin (10/2). Dia didakwa terlibat dalam penyuapan terhadap tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur. Jaksa juga mendakwanya menerima gratifikasi Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas selama menjabat di MA.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung memulai runtutan dakwaan pertemuan Zarof dengan kuasa hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, pada September 2024. Lisa meminta bantuan kepada Zarof untuk berkomunikasi dengan hakim Soesilo yang menjadi ketua majelis kasasi Ronald Tannur. Pertemuan Zarof dan Soesilo terjadi pada 27 September di Universitas Negeri Makassar.
Pada 1 Oktober, Lisa kembali menghubungi Zarof melalui pesan WhatsApp. “Selamat siang Pak, tentang Pak Soesilo note ya, Pak,” ucap jaksa membacakan pesan Lisa kepada Zarof. Saat itu dijawab Zarof singkat, “Oke, saya tinggal datang ke Agung.”
Dari obrolan itu, Lisa kemudian memberikan uang dolar Singapura senilai Rp2,5 mili-ar kepada Zarof untuk pengu-rusan hakim perkara kasasi Ronald Tannur. Selang sepekan, pada 8 Oktober, giliran Zarof yang memberikan kabar ke Lisa. “Tugas sudah dilaksanakan, semua sudah saya datangi, terima kasih,” bunyi isi pesannya.
Membaca pesan itu, Lisa kemudian mengatakan mampir ke rumah Zarof di Jalan Senayan No 8, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di sana, Lisa menyerahkan kembali uang senilai Rp2,5 miliar kepada Zarof.
Pada 22 Oktober, majelis hakim kasasi menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Ronald Tannur. Namun, terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat). Hakim Soesilo justru menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti bersalah.
“Lisa Rachmat memberikan uang Rp6 miliar untuk memengaruhi perkara ini,” kata-nya. Sebanyak Rp5 miliar untuk majelis hakim kasasi dan Rp1 miliar untuk Zarof yang telah membantu.
Zarof juga diduga telah menerima gratifikasi selama 10 tahun menjabat di MA. Pada rentang 2012–2022, Zarof diduga telah menerima gratifikasi senilai total Rp915 miliar. Uang itu disimpan Zarof dalam bentuk mata uang asing dan rupiah. Zarof juga diduga menerima gratifikasi emas kurang lebih 51 kilogram. “Gratifikasi itu diterima dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, maupun PK,” katanya.
Sebelum sidang dakwaan rampung, ada peringatan menarik yang disampaikan Ketu-a Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti. Dia meminta Zarof dan keluarganya tak menghubungi majelis hakim yang menyidangkan perkara-nya. “Majelis tak akan menghubungi terdakwa dan keluarga. Kami mohon juga terdak-wa dan keluarga tak menghubungi majelis,” katanya.
Sementara itu, sidang perdana untuk dugaan penyuapan dengan terdakwa ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, juga digelar kemarin. Dalam persidangan tersebut, jaksa mendakwa Meirizka menyuap tiga hakim pembebas Ronald Tannur.
Kuasa hukum Meirizka, Filmon M. Willyams, menuturkan bahwa kliennya meng-ajukan eksepsi yang terdapat dua poin utama. Pertama, locus delicti perkara itu berada di PN Surabaya. Namun, sidang justru digelar di Penga-dilan Tipikor Jakarta. “Sesuai KUHAP, seharusnya PN tipikor tidak berwenang mengadili,” paparnya.
Poin kedua, lanjut dia, dasar dakwaan merupakan surat keputusan ketua Mahkamah Agung. Masalahnya, dalam surat keputusan itu tidak ada nama Meirizka Widjaja.
“Apakah itu bisa menjadi dasar,” ujarnya. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALI H ADI SAPUTRO