Buka konten ini
BATAM (BP) – Sidang yang menjerat mantan delapan anggota polisi Satres Narkoba Polresta Barelang dan dua sipil dalam dugaan tindak pidana narkoba kembali digelar di Pengadilan Negeri Batam. Agenda sidang adalah jawaban dari jaksa atas keberatan para penasihat hukum atas dakwaan jaksa.
Sidang yang dipimpin hakim Tiwik didampingi hakim anggota Douglas dan Andi Bayu berlangsung dihadiri puluhan pengunjung. Sidang 10 dari 12 terdakwa yang keberatan atas dakwaan itu berlangsung dua kali.
Dalam sidang tersebut, tim jaksa penuntut umum menegaskan dakwaan jaksa sudah jelas dan tepat. “Menanggapi keberatan terdakwa atas dakwaan, kami dari jaksa menegaskan jika dakwaan sudah jelas dan tepat,” imbuh jaksa.
Menurut jaksa, dakwaan jaksa sudah sesuai dengan Pasal 163 KUHP, yang menjelaskan lokasi hingga waktu perkara. Sedangkan kebenaran dari para terdakwa sudah masuk dalam dakwaan pokok.
“Kami tetap pada dakwaan,” ujar jaksa.
Menanggapi itu, tim penasihat hukum dari para terdakwa menjawab secara bergantian, dan menegaskan bahwa mereka tetap pada eksepsi. “Kami tetap pada eksepsi,” imbuh penasihat hukum terdakwa bergantian.
Usai mendengar itu, majelis hakim Tiwik kemudian menutup sidang dan menjelaskan bahwa sidang akan kembali digelar pada Kamis (13/2). Agenda sidang nanti adalah putusan sela atau jawaban atau eksepsi penasihat hukum.
“Sidang ditunda Kamis (13/2) depan, dengan agenda putusan,” pungkas hakim Tiwik.
Diketahui, kasus dugaan tindak pidana narkotika yang menyeret 10 anggota polisi Polda Kepri akhirnya bergulir di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (30/1) sekitar pukul 11.20 WIB. Dimana dua warga sipil, yang satu di antaranya mantan anggota polisi, juga disidangkan dalam perkara yang sama dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan, terungkap bahwa para terdakwa polisi tak hanya menyalahgunakan barang bukti narkoba jenis sabu. Namun juga menjemput 44 kilogram sabu hingga perbatasan Malaysia, dengan membayar upah tekong Rp20 juta dan upah informan Rp20 juta per kilogram.
Dakwaan menjelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung antara bulan Juni hingga September 2025. Berawal dari salah satu ruangan Satnarkoba Polrest Barelang.
Kasus bermula dari informasi terkait penyelundupan 300 kg sabu dari Malaysia yang diperoleh Rahmadi SI, seorang informan. Namun, rencana tersebut batal hingga akhirnya muncul informasi baru pada Mei 2024 mengenai masuknya 100 kg sabu ke Indonesia. Atas informasi tersebut, beberapa terdakwa menggelar pertemuan di One Spot Coffee, Batam, guna membahas distribusi barang haram itu.
Awalnya, rencana penyelundupan mengalami kendala, namun setelah Ditresnarkoba Polda Kepri me-ngungkap kasus narkotika di Imperium, Batam, serta adanya tekanan dari pimpinan Polresta Barelang agar segera mengungkap kasus besar, Satria Nanda diduga memerintahkan timnya untuk kembali menjalankan operasi ini.
Dalam rapat lanjutan, terdakwa Shigit Sarwo Edhi sebagai Kanit memberikan arahan kepada Fadillah dan Rahmadi untuk memastikan eksekusi berjalan lancar. Rencana itu mencakup pembagian 100 kg sabu, di mana 90 kg digunakan untuk pengungkapan kasus, sedangkan 10 kg lainnya diduga disisihkan untuk membayar SI dan keperluan operasional. Pada akhirnya, strategi tersebut mendapat persetujuan Satria Nanda meski awalnya ia menilai skema itu berisiko tinggi.
Hingga akhirnya, pada bulan Juni, beberapa terdakwa menyewa Awang, seorang tekong, untuk mengambil sabu dari Malaysia. Awang diupah Rp20 juta dan melaju dari Perairan Nongsa, menuju Tanjunguban hingga ke Malaysia.
Awang membawa kapal seorang diri, dikawal oleh beberapa terdakwa (polisi) menggunakan kapal terpisah. Namun, di perbatasan, para terdakwa berhenti. Sedangkan Awang masuk ke perairan Malaysia.
Setelah Awang kembali dari perairan Malaysia, para terdakwa kembali mengawal Awang hingga perairan Nongsa. Sesampai di perairan Nongsa, Awang tetap berada di atas kapal, sedangkan para terdakwa mengambil dua tas besar dan memasukkan ke dalam mobil warna silver untuk menuju Satres Narkoba Polresta Barelang. (*)
Reporter : Yashinta
Editor : RYAN AGUNG