Buka konten ini
BATAMKOTA (BP) – Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Batam mendesak Polresta Barelang mencabut status tersangka tiga warga Pulau Rempang, yakni Siti Hawa atau Nek Awe, Sani Rio, dan Abu Bakar. Ketiganya dijerat Pasal 333 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan.
Dalam pernyataan sikapnya, LAM Batam meminta kepolisian mengkaji ulang keputusan tersebut demi menjaga harmoni masyarakat adat yang telah mendiami Rempang secara turun-temurun.
“Kami mendesak Kapolresta Barelang segera mencabut status tersangka terhadap saudara-saudara kami di Pulau Rempang,” kata Ketua Umum LAM Batam, YM H Raja Muhamad Amin, Sabtu (1/2).
Selain pencabutan status tersangka, LAM Batam juga menyampaikan empat sikap tegas terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Mereka menuntut pemerintah meninjau ulang proyek tersebut, menolak relokasi masyarakat Kampung Tua, serta meminta transparansi penuh dalam pelaksanaannya.
LAM Batam juga mendorong LAM Provinsi Kepri untuk memfasilitasi pertemuan antara perwakilan masyarakat dengan presiden melalui anggota DPR RI dan DPD RI dapil Kepri. Menurut mereka, langkah ini diperlukan demi mencari solusi yang adil dan damai bagi warga Rempang.
“Kami telah datang langsung ke Pulau Rempang untuk mendengar aspirasi masyarakat. Bersama LAM Provinsi Kepri, kami juga sudah melakukan audiensi dengan Polresta Barelang dan Polda Kepri,” ujar Amin.
LAM menilai penetapan status tersangka terhadap Nek Awe dan dua warga lainnya hanya memperkeruh situasi yang sudah memanas. “Kami berharap masyarakat Melayu, khususnya di Pulau Rempang, tidak lagi menjadi korban dalam persoalan ini,” kata Amin.
Ia menegaskan, penyelesaian konflik yang adil dan bermartabat harus menjadi prioritas agar masyarakat yang telah mendiami Pulau Rempang selama ratusan tahun mendapatkan kepastian hukum atas ruang hidup mereka.
Kapolresta: Penanganan Sesuai Prosedur
Polresta Barelang menggelar audiensi bersama warga Sembulang pada Jumat (31/1), yang dihadiri oleh Kapolresta Barelang Kombes Heribertus Ompusunggu, tokoh masyarakat, dan warga setempat.
Heribertus menjelaskan, kegiatan tersebut bertujuan untuk membahas perkembangan penanganan bentrokan antara karyawan PT Makmur Elok Graha (MEG) dan warga Sembulang Hulu yang terjadi beberapa waktu lalu.
Dia menegaskan, Polresta Barelang telah menangani kasus ini secara profesional dan sesuai prosedur, termasuk penetapan tersangka dari pihak PT MEG. “Langkah-langkah yang kami ambil tetap berlandaskan hukum dan tidak semena-mena,” kata Heribertus.
Polisi telah menetapkan dua tersangka, yaitu karyawan PT MEG berinisial R, 28, dan A, 24, yang terbukti melakukan penganiayaan terhadap warga dalam peristiwa tersebut.
“Kami sudah menetapkan dua tersangka dari PT MEG dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses hukum yang berjalan,” tuturnya.
Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP Debby Tri Andrestian, mengatakan, empat laporan polisi (LP) diterima dalam kasus ini. Namun, beberapa laporan mulai dicabut setelah tercapainya upaya restorative justice antara warga dan pihak PT MEG. Perdamaian resmi tercapai pada 8 Januari, dengan beberapa laporan ditarik oleh pelapor.
“Proses hukum tetap berjalan, namun kami terkendala pemeriksaan saksi-saksi. Tidak adanya rekaman CCTv di lokasi kejadian juga menjadi hambatan dalam memastikan detail peristiwa,” kata Debby.
Debby juga menjelaskan bahwa beberapa pelaku diduga mengenakan penutup wajah, yang semakin menyulitkan proses identifikasi. Proses hukum kasus ini terus berlanjut meskipun dihadapkan pada berbagai kendala dalam pengumpulan bukti. (*)
Reporter : ARJUNA
Editor : FISKA JUANDA