Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melalui KBRI Kuala Lumpur akhirnya bisa bertemu dengan WNI yang ditembak oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) di Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia. Kepada petugas KBRI, WNI membantah adanya perlawanan yang disebut jadi pemicu penembakan oleh aparat Malaysia.
Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Judha Nugraha mengungkapkan, akses kekonsuleran diperoleh pada Selasa (28/1). KBRI Kuala Lumpur telah bertemu dengan empat WNI yang jadi korban dalam insiden pada Jumat (24/1) lalu itu. Keempatnya kini dirawat di Rumah Sakit (RS) Serdang dan RS Klang, Malaysia.
Dari empat korban, dua WNI telah terverifikasi identitasnya. Yaitu, HA dan MZ. Keduanya berasal dari Provinsi Riau.
’’HA dan MZ telah mendapatkan perawatan dan dalam kondisi stabil. Keduanya juga menjelaskan kronologi kejadian dan menyatakan tidak ada perlawanan dengan senjata tajam dari penumpang WNI terhadap aparat APMM,” tegas Judha di Jakarta, Rabu (29/1).
Dua korban lain belum dapat memberikan keterangan karena masih kritis pascaoperasi. Kemenlu dan KBRI Kuala Lumpur juga tengah mengurus pemulangan seorang WNI asal Riau yang meninggal.
Korban berinisial B itu tewas karena ditembak oleh aparat APMM yang sedang patroli di Tanjung Rhu. APMM berdalih, penembakan dilakukan karena B melakukan perlawanan saat dicegah keluar dari Malaysia melalui jalur ilegal.
Selanjutnya, Kemenlu dan KBRI Kuala Lumpur akan memberikan pendampingan hukum kepada empat WNI tersebut. Pemerintah juga akan membiayai perawatan mereka di rumah sakit hingga sembuh.
Kemenlu juga terus mendesak otoritas Malaysia melakukan investigasi menyeluruh atas insiden itu. Termasuk kemungkinan penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force).
’’KBRI Kuala Lumpur masih terus mengumpulkan informasi lebih lengkap untuk mendapatkan konstruksi kejadian yang lebih jelas dan meminta retainer lawyer KBRI untuk mengkaji dan menyiapkan langkah hukum,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak lima WNI menjadi korban penembakan otoritas maritim Malaysia, Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). Kelima WNI tersebut adalah pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal.
Dalam kejadian penembakan di perairan Tanjung Rhu, Malaysia, Jumat (24/1) dini hari itu satu PMI ilegal tewas dan empat lainnya mengalami luka-luka. Kepala BP3MI Kepri, Kombes Imam Riyadi, membenarkan adanya penembakan terhadap PMI ilegal di perairan Tanjung Rhu, Malaysia.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dapat mendorong transparansi penegakan hukum terkait penembakan warga negara Indonesia (WNI) di Perairan Tanjung Rhu, Malaysia. Insiden penembakan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) mengakibatkan satu orang pekerja migran Indonesia (PMI) meninggal dunia.
”Kita minta Kemenlu untuk mendorong agar penegak hukum yang ada di sini (Malaysia) dibuka transparansinya. Jadi terang benderang proses proses ini, sehingga jauh lebih baik,” kata Karding di Malaysia, Senin (27/1).
Sedang Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengecam penggunaan tindakan berlebihan (excessive use of force) dalam insiden penembakan pekerja migran Indonesia (PMI) oleh otoritas maritim Malaysia (APMM), yang menyebabkan satu korban jiwa dan empat lainnya terluka pada Jumat (24/1).
”Kami menyayangkan dan mengecam tindakan berlebihan (excessive use of force) yang dilakukan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), otoritas maritim Malaysia, yang telah menewaskan satu orang WNI tersebut,” kata Dasco dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (27/1). (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG