Buka konten ini

SURABAYA (BP) – Polda Jatim kemarin (27/1) mengungkap aksi mutilasi yang dilakukan Rohmad Tri Hartanto alias Antok, 32, terhadap Uswatun Hasanah (UH), 29. Pembunuhan sadis yang berlangsung pada 19 Januari di salah satu hotel di Kota Kediri tersebut ternyata dipicu persoalan asmara dan sakit hati.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jatim Kombes Farman menuturkan, Antok dan Uswatun saling mengenal sejak tiga tahun terakhir. Bahkan, berdasar pengakuan Antok, keduanya sudah menikah siri. “Sudah kami cek, apakah betul sudah dilakukan pernikahan siri. Faktanya tidak,” tegas Farman.
Hubungan asmara tanpa ikatan pernikahan itu kemudian memicu kecemburuan pada tersangka. “Tersangka merasa cemburu karena korban pernah memasukkan laki-laki lain ke dalam kos-kosannya,” terang Farman. Perasaan cemburu semakin diperkuat dengan sakit hati. Menurut keterangan pelaku, UH beberapa kali menyinggung serta menghina istri dan anak-anak tersangka. Bapak dua anak tersebut merasa tidak terima karena anak pertamanya yang berjenis kelamin perempuan disumpahi menjadi pelacur.
Sementara itu, Kasubdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Arbaridi Jumhur menuturkan, korban menuntut tersangka untuk segera dinikahi. Bahkan, korban juga menuntut agar istri sah tersangka diceraikan. “Intinya banyak yang bikin si pelaku marah. Yang terakhir itu, si korban datang ke rumah pelaku, melabrak istri sah pelaku,” ucapnya.
Terkait awal mula perkenalan korban dan pelaku, Jumhur menyampaikan bahwa hal tersebut bermula dari tempat hiburan umum. Antok saat itu datang sebagai pengunjung, sedangkan korban sebagai salah seorang pekerja. “Korban sebagai pemandu lagu,” paparnya.
Berdasar penelusuran ditreskrimum, Antok aktif dalam kegiatan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Tulungagung. Dia sempat mengadukan beberapa peristiwa yang ada di Tulungagung dan Trenggalek. Tersangka juga menjadi salah satu ketua ranting perguruan silat di Tulungagung.
Farman melanjutkan, akumulasi perasaan cemburu dan sakit hati memicu Antok menyusun rencana pembunuhan. “Kejadian sebenarnya direncanakan pelaku jauh hari,” beber Farman. Dia mengiming-imingi uang Rp1 juta agar korban bersedia menemui pelaku pada 19 Januari lalu.
Setelah menjemput UH di Terminal Gayatri, Tulungagung, pelaku mengajak korban mengi-nap di salah satu hotel di Kediri. Saat menginap di hotel, sekitar pukul 23.30, tersangka mencekik korban. Namun, UH melawan. Dia berusaha melepaskan diri. Aksi perlawanan itu membuatnya terjatuh dan kepalanya membentur lantai hingga meninggal dunia.
“Melihat korban meninggal, tersangka mengambil koper di rumahnya,” sambung Farman. Koper berwarna merah tersebut sedianya digunakan sebagai wadah jasad korban secara utuh. Namun, karena tidak muat, tersangka lantas memotong-motong tubuh korban dalam tiga tahap.
Tahap pertama, tersangka memotong bagian kepala korban. Dilanjutkan dengan kaki kiri hingga bagian paha. Lalu dipungkasi dengan memotong kaki kanan sampai betis. Sementara itu, bagian tubuh lainnya dibiarkan utuh di dalam koper merah. Diperkirakan aksi mutilasi berlangsung selama 3,5 jam, sejak pukul 01.30 hingga pukul 05.00 pada 20 Januari lalu.
Selanjutnya, bagian-bagian tubuh tersebut dibuang secara terpisah. Koper berisi sebagian besar badan korban dibuang di Dadapan, Kendal, Ngawi, pukul 22.00 pada 21 Januari lalu. Satu jam berselang, kaki korban ditinggalkan di Sampung, Ponorogo. Keesokan harinya, potongan terakhir berupa kepala korban dicampakkan di Slawe, Watulimo, Trenggalek.
Pemutilasi Belajar dari Penyembelihan Kambing
Antok mempelajari aksi mutilasi dari pengalaman menyembelih kambing. PS Kanit III Subdit III Ditreskrimum Polda Jatim AKP Fauzi mengungkapkan, tersangka mempelajari posisi sendi kambing dalam proses penyembelihan tersebut. “Dia cerita pernah motong kambing. Karena itu, dia tahu sendi-sendi-nya. Katanya, sendi kambing sama seperti manusia,” tuturnya.
Tersangka memutilasi tubuh korban dengan menggunakan pisau buah bertangkai dan bersarung hijau. Namun, dari hasil pemeriksaan tim Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jatim, tidak ditemukan darah manusia pada pisau sepanjang 20 cm tersebut. “Pisau ini diakui oleh pelaku. Entah dibersihkan atau dicuci, saat diperiksa tidak terdapat darah,” papar Kabidlabfor Polda Jatim Kombes Marjoko.
Pengungkapan aksi mutilasi tersebut, polisi menyita sepuluh barang bukti. Antara lain, koper merah, sandal korban, tali pramuka dan tampar merah. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO