Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Pemerintah dan DPR segera membahas revisi Undang-Undang Pemilu. Salah satu norma yang menjadi isu utama adalah pengaturan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan parliamentary threshold atau ambang batas masuk parlemen.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, revisi terhadap norma tersebut akan merujuk pada putusan dan pedoman Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu sudah menjadi komitmen pemerintah dan DPR. “Apakah desainnya nanti itu diamandemen satu demi satu ataukah dengan omnibus, akan kita bicarakan secara internal,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (18/1).
Terkait ambang batas pencalonan presiden, pemerintah tengah merumuskan. Prinsipnya, meski tanpa presidential threshold, tetap perlu diatur agar jumlah calon tidak terlalu banyak. Di sisi lain, kalaupun ada gabungan koalisi, harus dipastikan bukan koalisi yang dominan. “Jadi ya seperti apa? Kita pikirkanlah caranya,” imbuhnya.
Dia mencontohkan, bisa saja nanti ada pembatasan koalisi secara proporsional. Misalnya, gabu-ngan partai yang mengusung calon tidak boleh lebih dari 20 persen. Dengan format itu, akan dapat dipastikan minimal capres ada lima pasangan.
Kemudian, untuk parliamentary threshold, juga sudah ada putusan MK tahun lalu yang memerintahkan pemerintah dan DPR merumus-kan ulang angka yang rasional. MK menilai, angka 4 persen yang berlaku saat ini tidak punya alasan jelas.
Yusril meyakini, setiap partai akan memiliki posisi masing-masing dalam penetapan parliamentary threshold. Baik partai yang selama ini mendominasi di Senayan maupun partai di luar parlemen. “Ya saling memaklumilah posisi masing-masing,” ungkapnya. Yang jelas, pembahasan harus menga-cu pada pedoman yang disampaikan MK. Angka yang ditetapkan harus berdasar kajian akademik yang rasional.
Mantan ketua umum Partai Bulan Bintang itu menyebut, proses penyusunan draf mulai berjalan. Sebab, revisi UU Pemilu masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. “Draf undang-undangnya sudah ada di Kementerian Hukum supaya nanti kita segera bikin. Mudah-mudahan cepat selesai,” harapnya. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO