Buka konten ini
Analisis berdasar data statistik sudah menjadi bagian penting dalam dunia olahraga. Termasuk bola voli. Tapi, di Indonesia penggunaannya belum semasif di luar negeri. Karena itu, Muhammad merintis sebuah aplikasi bernama
VTIS (Volleyball Tactical Information Skill). Sepanjang laga melawan Surabaya Samator di GOR Tri Dharma, Gresik, Jatim, pada Minggu (12/1), pandangan Muhammad tak bisa berpaling dari arah lapangan. Bertugas sebagai analis performa di tim Jakarta Lavani, sosok kelahiran Lamongan, 10 September 1979, itu memantau dengan detail jalannya pertandi-ngan. Mulai saat atlet melakukan servis, receive, mengumpan atau blok, hingga momen lebih mendetail seperti ke mana arah serangan atau arah servis pemain kedua tim.
Hasil pantauannya dia masukkan ke sebuah aplikasi yang ada di tablet. Berbeda dengan kebanyakan analis performa yang menggunakan aplika-si dari pihak ketiga, Muhammad memakai aplikasi buatannya sendiri. Namanya VTIS (Volleyball Tactical Information Skill) yang dirintis sejak 2017.
Lewat VTIS itulah, data yang masuk langsung diolah secara otomatis ke dalam bentuk angka dan grafik. Jika pelatih membutuhkan informasi tim atau performa pemain, Muhammad siap menyampaikan.
”Misalnya, ketika time-out harus ada yang disampaikan ke pelatih. Saya tinggal melihat output-nya, tinggal klik sudah keluar apa yang mau disampaikan,” kata Muhammad.
”Makanya disebut real time. Ketika pelatih butuh apa pun, sudah bisa dilihat di situ,” imbuhnya.
Muhammad sudah terbiasa berkutat dengan data statistik bola voli. Saat menjalani kuliah S-1 di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) 26 tahun lalu, dia pernah bertugas sebagai anggota tim statistik untuk ajang Livoli 1999 dan PON XV Jatim 2000.
Kemudian, dosen Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga Unesa itu punya satu keresahan. Yakni, pencatatan analisis statistik di Indonesia masih sering dilakukan secara manual.
”Saya tergelitik ketika kejuaraan voli putra Asia di Gresik pada 2017, satu-satunya tim yang tidak memakai statistik berbasis teknologi hanya Indonesia,” kenangnya.
Nah, kebetulan, pada 2017 pihak kampus mengadakan skim penelitian prototipe industri. Muhammad tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut.
Dia sebagai konseptor bersama beberapa rekan dosen dan mahasiswa Unesa akhirnya membuat satu riset. Yak-ni, VTIS berbasis real time tactical dashboard. ”Jadi, dasarnya riset, didanai Unesa,” ucapnya.
Kali pertama, aplikasi tersebut langsung digunakan salah satu tim Proliga, Sidoarjo Aneka Gas pada musim 2019. Sejak awal dirilis, Muhammad tidak hanya menawarkan jasa aplikasi, tetapi juga terjun menganalisis performa secara langsung.
”Setelah Aneka Gas tidak lolos final four, akhirnya saya diikutkan Bhayangkara Samator di musim yang sama sampai final, kemudian juara,” beber sosok yang memiliki lisensi kepelatihan FIVB level II itu.
Setelah terhenti dua musim karena pandemi, kompetisi Proliga kembali digelar pada 2022. Setahun kemudian, jelang Proliga 2023, aplikasi VTIS menarik minat salah satu tim, yakni Kudus Sukun Badak. Saat itu, Muhammad melibatkan dua mahasiswa Unesa untuk ikut bergabung Badak Sukun, yakni Arif Sultoni dan Hafes Ardyan.
Kerja sama dengan Badak Sukun itu sebenarnya berlangsung selama dua musim. ”Cuma di 2024 saya belum bisa ikut karena ada kegiatan kampus, tapi mereka (Hafes dan Arif, red) masih ikut,” tutur sosok yang sempat menangani tim voli putra Indonesia di ajang ASEAN University Games 2024, Surabaya, itu.
Keputusan untuk ”menempatkan” mahasiswa Unesa di tim-tim Proliga itu terus berlanjut sampai musim ini. Tercatat, di Proliga 2025 ada tiga mahasiswa Unesa yang bergabung dengan tim-tim Proliga. Mereka adalah Bobby Ade Setiawan di tim Yogya Falcons. Lalu, Achmad Robi’ Al Faini di Surabaya Samator dan M. Arja Bahauddin bersama Jakarta Garuda Jaya.
Sementara itu, Muhammad diminta untuk bergabung dengan tim Jakarta Lavani. ”Jadi, kami merekrut tenaga-tenaga yang notabene sudah kami bekali di perkuliahan. Sebab, semua orang mungkin bisa input data, tapi menjabarkan isi butuh orang-orang khusus, terutama yang memang orang voli,” beber Muhammad.
Tim-tim di seluruh dunia sebenarnya punya satu acuan jika ingin menggunakan aplikasi analis data. Namanya Data Project. Bahkan sudah mendapat rekomendasi dari FIVB, induk organisasi internasional bola voli.
Muhammad tidak mengklaim bahwa VTIS lebih bagus daripada Data Project ataupun sebaliknya. Yang jelas, keduanya punya kesamaan. ”Kebutuhan di lapangan dan output-nya sama, hanya langkah-langkahnya (input data, red) yang berbeda,” tuturnya.
Penilaian senada disampaikan asisten pelatih Lavani Erwin Rusni. Data yang ditampilkan VTIS tidak berbeda jauh dengan aplikasi data statistik yang ada sebelumnya. Bahkan, jika menggunakan aplikasi statistik dari luar, tim harus merogoh kocek lebih dalam. (***)
Reporter: RIZKA PERDANA PUTRA
Editor : RYAN AGUNG