Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan dikhawatirkan akan memberikan risiko kepada pelemahan rupiah. Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menuturkan, pemangkasan BI rate, sejatinya di luar pandangan dan konsensus pasar. Sebab, saat ini nilai tukar mata uang Garuda sedang tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) alias USD.
“Ini memang cukup mengejutkan ya langkah yang diambil BI. Terutama saat ini nilai tukar rupiah sedang mengalami tekanan yang besar. Risikonya adalah tekanan rupiah akan semakin membesar lagi,” ujarnya kepada Jawa Pos (grup Batam Pos), Kamis (16/1).
Riefky bahkan mengkhawatirkan nilai tukar rupiah akan semakin tertekan dan mengarah ke level Rp16.500 per USD. “Bahkan bisa lebih tinggi dari level itu. Jadi itulah risikonya,” imbuhnya.
Meskipun demikian, keputusan penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral tentu membawa dampak positif. Salah satunya dapat menurunkan bunga kredit. Hal itu berkorelasi pada aktivitas ekonomi yang diharapkan akan makin terdorong. Namun, dia mengingatkan, capaian pertumbuhan ekonomi sejatinya bukanlah mandat bank sentral, melainkan merupa-kan tugas pemerintah. “Meningkatkan aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi isu sebetulnya,” ucapnya.
Data LPEM FEB UI mencatat, tren depresiasi rupiah terus terjadi hingga pertengahan Januari 2025, hingga mencapai Rp16.195 per USD pada 9 Januari 2025. Ini menandai depresiasi 2,11 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yang berada di level Rp15.860 per USD.
Secara year-to-date (ytd), rupiah terdepresiasi sebesar 0,67 persen (ytd), berkinerja lebih buruk dibandingkan sebagian besar mata uang nega-ra berkembang lainnya. Termasuk Peso Argentina, Ringgit Malaysia, Rand Afrika Selatan, Rupee India, Peso Filipina, Lira Turki, Real Brasil, dan Rubel Rusia, yang semuanya mencatatkan pelemahan yang lebih kecil atau bahkan pengu-atan. Kinerja rupiah setara dengan Yuan Tiongkok, tetapi sedikit lebih baik dibandingkan Baht Thailand yang mengalami depresiasi sebesar 0,90 persen (ytd). (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO